Slide Show

Desember 31, 2011

The Hunger Games


Judul buku : The Hunger Games
Penulis : Suzanne Collins
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 408 halaman
Cetakan pertama : Oktober 2009

Sejujurnya, pada awalnya buku ini saya baca karena beberapa teman di Blogger Buku Indonesia berniat baca bareng Mockingjay (Seri ketiga Hunger Games) bulan Januari besok. Jadi, saya memutuskan membaca buku Hunger Games agar bulan depan bisa ikutan baca bareng tersebut.

Tentu saja sejak awal saya tahu bahwa buku ini istimewa, sebab banyak komentar positif dari review teman-teman dan rating buku ini di Goodreads juga besar. Buku ini juga mendapat predikat “ Publishers weekly’s best Books of The Year” pada tahun 2008 dan “New York Times Notable Children’s Book of 2008”.

Buku ini bercerita tentang kehidupan gadis berumur 16 tahun yang bernama Katniss Everdeen. Ia dan keluarganya tinggal di Distrik 12 dari sebuah Negara yang bernama Panem, letaknya berada di Appalachia (sebuah daerah di US). Ayah Katniss meninggal ketika ia berumur 11 tahun, sehingga ia harus menggantikan peran ayahnya dalam menjaga keluarganya yang tersisa, yaitu Ibu dan seorang adik bernama Primm. Kehidupan mereka sulit, terutama dalam hal makanan karena harga makanan sangat mahal dan adanya perbatasan agar orang-orang di masing-masing distrik tidak keluar dari wilayah mereka sendiri. Katniss bersama temannya, Gale, adalah pengecualian. Mereka tipe anak-anak yang “mari langgar peraturan” dengan sering berburu hewan liar atau mengambil tumbuhan untuk dimakan di luar teritori daerah mereka. Tentu saja hal ini pelanggaran, tetapi toh banyak orang yang mau membeli hasil buruan mereka.

Di Panem, kekuasaan berada di tangan orang-orang pemerintah yang berada di Capitol (letaknya di Pegunungan Rocky). Setiap tahun, setiap distrik mengirimkan sepasang remaja untuk mewakili distriknya masing-masing dalam memenangkan pertandingan yang disebut Hunger Games. Pemenangnya akan menentukan kemenangan distrik mereka masing-masing, dimana mereka akan dilimpahi makanan sepanjang tahun. Pengambilan kontestan dilakukan dengan diundi, siapapun yang terpilih harus mewakili distriknya bertanding dengan pilihan menang atau mati.

Saat pemilihan di Distrik 12 dilakukan, nama Primm terambil dari undian. Katniss saat itu langsung mengajukan diri menggantikan posisi Primm. Untungnya ada peraturan yang memeperbolehkan hal seperti itu dilakukan. Jadi Katniss mewakili Distrik 12 bersama pasangannya, Peeta Mellark.

Sebelum pertandingan dimulai, para peserta yang berjumlah 24 orang dari 12 Distrik dipersiapkan dulu di Capitol. Mereka masing-masing memiliki penata gaya dan masing-masing perwakilan Distrik memiliki mentor. Dari Distrik 12, Haymitch Abernathy yang menjadi mentor bagi Katniss dan Peeta, karena ia adalah satu-satunya pemenang yang masih hidup dari Distrik 12. Haymitch juga kelak bertanggung jawab mempromosikan Katniss dan Peeta agar mendapatkan sponsor yang kelak membantu memberikan “hadiah” bagi mereka saat pertandingan Hunger Games berlangsung.

Dari sini kisah seru itu dimulai, Katniss dan Peeta harus menghadapi lawan-lawan yang kuat, cekatan bahkan ada yang sudah terlatih untuk memenangkan pertandingan ini. Pembaca akan disuguhkan detail-detail yang memuaskan dan benar-benar membuat kita berimajinasi. Seperti apa pakaian yang dikenakan, kemutakhiran teknologi Capitol, sampai ke orang-orangnya yang unik. Hunger Games ke-74 ini kelak akan meninggalkan perubahan besar daripada pertandingan-pertandingan sebelumnya. Mempengaruhi Capitol, Katniss, Peeta, para peserta dan bahkan orang-orang yang ditinggalkan mereka.

Penulis juga dengan piawai menyuguhkan cerita remaja yang seru, adegan perkelahian, semangat kebersamaan, permusuhan, persaingan dan bahkan kisah asmara khas anak muda juga terbelit cantik dalam buku ini. Di buku ini bukan berisi kisah fantasi tentang sihir atau naga atau hewan mistis lainnya. Mungkin itu sebabnya mengapa buku ini mendapatkan perhatian lebih bagi remaja yang haus variasi novel-novel fantasi. Terlebih trailer filmnya membuat penasaran banyak orang.
5 bintang layak saya sematkan untuk buku ini.

Ow, satu kalimat Katniss yang saya rasa sangat manis :
“Aku tidak mau kehilangan anak lelaki yang memberiku roti”. Hal. 327


Desember 30, 2011

Buku Favorit 2011 versi saya

Udah di penghujung tahun 2011 nih. Tahun ini adalah tahun "kebangkitan" saya di bidang yang berhubungan dengan buku. Hohohhh. Mulai punya blog buku di bulan Mei, gabung Blogger Buku Indonesia, Aktif lagi di Goodreads, buku soal-soal yang Alhamdulillah udah naik cetak, dikejar deadline ngedit, korektor bahkan sampai disuruh mbahas soal TOEFL dan TPA buat buku yang masih belum jadi inih.

Lho kok ngelantur. Saya sebenernya mau posting buku-buku favorit yang saya baca di tahun 2011 ini. Yak, terkompori postingan blog-blog tetangga yang membuat saya "tergerak" untuk bikin juga. heheheh


Kategori Romance :

Wuthering Heights : Emily Bronte



Kategori Fiksi Fantasi :

Blood Promise - Vampire Academy 4 : Richelle Mead



Kategori Thriller :

18 Seconds : George D. Shuman




Kategori Non-Fiksi :

Garis Batas - Agustinus Wibowo





Ini versi saya, mana versimu? :)

Seratus Tahun Kesunyian – One Hundred Years of Solitude



Judul Buku : Seratus Tahun Kesunyian – One Hundred Years of Solitude
Penulis : Gabriel Garcia Marquez
Penerjemah : Nin Bakdi Sumanto
Penyunting : Wendratama
Cetakan Pertama : Mei 2007
Penerbit : Bentang
ISBN : 978-979-1227-06-3

Sebelumnya, akan saya ceritakan kenapa novel ini begitu “spektakuler” . One Hundred Years of Solitude mendapatkan penghargaan Italy's Chianciano Award, France's Prix de Meilleur Livre Etranger, Venezuela's Rómulo Gallegos Prize, dan the Books Abroad/Neustadt International Prize for Literature. Novel ini berada di tingkat teratas dari buku yang telah membentuk literature dunia selama 25 tahun berdasarkan survey dari komisi penulis international oleh jurnal literature global Wasafiri. Sedangkan penulisnya, García Márquez, mendapat gelar Honoris Causa dari Universitas Columbia di New York. Ia juga mendapatkan Nobel di bidang Sastra pada tahun 1982.

Jadi itulah alasannya mengapa novel ini begitu spesial.

Sekarang, saya akan coba menceritakan isi cerita di dalamnya.

Ini adalah cerita tentang keluarga 7 generasi yang hidup di suatu wilayah bernama Macondo. Jose Arcadio Buendia dan Ursula Iguaran adalah urutan paling awal dari para tokoh dalam cerita ini. Diceritakan bahwa Jose Buendia begitu terobsesi menemukan Tuhan, selain itu ia juga bertekad menemukan alat untuk mengubah benda menjadi emas sehingga ia selalu sibuk di laboratoriumnya dengan semangat yang membara. Terlebih, ia berteman dengan Melquiades, seorang Gipsi yang sering membawa peralatan baru yang menakjubkan dari luar Macondo, sebagai bukti perkembangan dunia di luar daerah itu. ya, tentu saja ia tidak berhasil dalam penelitiannya, tetapi ia terus mencoba bereksperimen lagi di ruang laboratoriumnya.

Jose Arcadio Buendia dan Ursula memiliki 2 anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan, tetapi mereka juga memiliki 1 orang anak angkat yang bernama Rebeca. Roman kisah cinta segitiga juga terjadi di cerita ini, antara Rebeca, Amaranta dan seorang pria bernama Pietro Crespi. Dari sini, kerumitan kisah keluarga mereka dimulai. Pembaca akan disuguhi cerita perang Kolonel Aureliano Buendia, juga ke-17 anak yang dimilikinya. Perang yang terjadi di luar Moconda ternyata juga membawa efek besar di kota tersebut sampai menewaskan banyak warganya. Kemajuan di bidang pengetahuan dan transportasi, seperti kereta api dan transportasi laut juga turut mengubah warna kehidupan mereka.

Rumit, kata itu yang saya anggap mewakili isi cerita novel ini. Tentu butuh waktu lama memahami ceritanya, apalagi pembaca harus jeli membayangkan tokoh yang sedang diceritakan Si Penulis. Contohnya begini, di keluarga tersebut ada 4 tokoh yang memiliki nama awal Jose Arcadio, dan ada 5 tokoh yang namanya berawalan Aureliano.

Tetapi selain kerumitan tersebut, ada banyak filosofi kehidupan yang disisipkan penulis saat merangkai kisah para tokoh utamanya.Contohnya seperti keteguhan Ursula yang pernah dititipi 3 pundi uang emas oleh orang asing dan bertekad mengamankannya sampai orang asing tersebut memintanya. Bahkan saat tersulit pun, Ursula begitu teguh mempertahankan amanat tersebut.

Demikian pula saat Ursula sudah buta, ia tetap bersikeras melakukan semuanya sendiri seakan ia masih bisa melihat, sampai tak seorangpun sadar bahwa wanita tersebut telah buta. Betapa gigih dan keras kepalanya seorang manusia, kan?

Jika Anda jeli, akan banyak sekali petuah-petuah kehidupan dalam cerita ini. Tentu saja buku ini memiliki ciri khasnya sendiri, meski suram, terkadang juga diselingi humor yang sarkatis di beberapa percakapannya.

Saya amat kagum dengan penulis, karena mampu menciptakan kota Macondo dengan detailnya, penduduk yang semaunya, kehidupan keluarga Buendia yang begitu rumitnya. Pembaca akan dibawa ke suatu kota yang asing, terisolasi dengan kultur budaya yang kuat serta sifat "manusia" yang benar-benar melekat.

Satu ungkapan yang saya suka di akhir cerita.

Karena ras-ras manusia yang dikutuk selama seratus tahun kesunyian tak punya kesempatan kedua di muka bumi ini.


Tiga bintang untuk novel ini. :)

Sedikit tentang penulis

Gabriel Garcia Marquez lahir di Aracataca, Kolumbia pada tahun 1928. Ia menulis sejumlah novel dan kumpulan cerita pendek, di antaranya Eye of a Blue Dog (1947), Leaf Storm (1955), No One Writes to the Colonel (1958), Big Mama’s Funeral (1962), One Hundred Years of Solitude (1967), Innocent Erendira and Other Stories (1972), The Autumn of the Patriarch (1975), Chronicle of a Death Foretold (1981), Love in the time of Cholera 91985), The General in His Labyrinth (1989), Strange Pilgrims (1992), dan Of Love and OtherDemons (1994).

Peta silsilah keluarga Buendia. (Semoga membantu)

Desember 29, 2011

Garis Batas




Judul Buku : Garis Batas
Penulis : Agustinus Wibowo
Editor : Hetih Rusli
Tebal : 510 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ketiga : Juli 2011
ISBN : 978-979-22-6884-3

Anda pasti sudah lama tahu apa itu garis batas. Kalau dulu sewaktu saya ikut kelas menggambar di SD, biasanya terlebih dulu saya membuat garis batas di pinggir kertas gambar saya, garis itu menandai bahwa diluar garis batas tersebut adalah daerah yang tidak boleh saya gambari atau saya warnai.

Tadinya saya pikir seperti itu garis batas yang dimaksud penulis di buku ini, garis batas yang nyata, real, bisa disentuh. Kenyataannya, penulis menyodorkan fakta-fakta kecil di sekeliling saya sendiri tentang makna garis batas sebenarnya. Setiap individu memiliki garis batasnya sendiri, zona aman yang jika ia tinggalkan, maka rasa kerinduan akan menghujam seperti kehilangan bagian badan.

Adalah Agustinus, Sang Penulis buku ini yang mencari makna diri dengan menyeberangi banyak garis batas. Negara, suku, ras, kebudayaan, agama, jenis kelamin, bahasa, ia jelajahi keanekaragamannya yang unik di negeri-negeri Asia Tengah.

Di buku ini, ia bercerita tentang perjalanannya di 5 negara Asia Tengah, bekas Uni Soviet yang kini telah berdiri sendiri-sendiri. Memproklamirkan kemerdekaan Negara mereka yang baru. Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan.
Tapi sungguhkah kemerdekaan mereka itu membawa mereka menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya?

Kemiskinan masih terlihat jelas di beberapa negeri yang baru “merdeka” tersebut, tapi di sisi lain kota akan terlihat banyak warga yang hidup mewah berlimpah. Beberapa orang tua masih mengenyangkan kenangan mereka akan masa lalu yang katanya lebih baik, semua dapat pekerjaan, harga barang tidak meroket, kebutuhan tercukupi. Tapi pertanyaan cerdas kembali ditanyakan, adakah lebih baik perut kenyang tetapi terjajah dan dibatasi, atau lebih baik perut lapar tapi merdeka?

Di buku ini, Agustinus bercerita bagaimana susahnya menembus perbatasan Negara Tajikistan, yang dibatasi sungai dengan negara Afghanistan, mengurus visa bahkan untuk mengunjungi sebuah provinsi di Tajikistan pun harus ada “surat sakti” yang tentu saja harus dibayar lebih mahal lagi. Tajikistan adalah Negara yang terkecil dan termiskin disbanding Negara stan-stan lainnya. Penghasilan penduduk rata-rata per bulan adalah 20 dolar. (Hal. 29)


Afghanistan dilihat dari seberang sungai (sumber : travel.kompas.com)

Kirgizstan adalah Negara yang berikutnya ia kunjungi, Negara ini masih memiliki keganasan korupsi dan polisi seperti di Tajikistan. Sayangnya di Negara ini juga banyak orang miskin, tapi orang Kirgiz adlaah orang yang tangguh. Sebuah pepatah Kirgiz yang saya suka

“Kami Bangsa Kirgiz, Sudah mengalami ribuan kematian, tetapi kami menjalani ribuan kehidupan.” (Hal. 185)


Selanjutnya, Kazakhstan, seperti biasa, petugas perbatasan menyulitkan dan meminta sogokan.. Tapi di negara ini prosedur imigrasinya sudah modern tidak seperti Kirgizstan. Segala sesuatu di Kazakhstan harganya sangat mahal, contohnya harga dua pisang dan 1 apel senilai 3 dolar. Booming minyak di Negara ini menghasilkan kaum kaya, tetapi juga mencekik yang miskin menjadi semakin miskin. Bahkan ibukotanya juga dipindah ke tengah padang kosong dan perencanaan kotanya dimulai dari awal.



Shakhimardan, desa Uzbekistan yang dikelilingi banyak gunung


Uzbekistan adalah bukan Negara yang normal, di sini semuanya bisa terjadi. (Hal. 313). Harga mata uang Sum terus jatuh sampai-sampai kalau ingin membeli tiket pesawat pun harus membawa dua kantung plastik berisi uang sum. Ini karena pecahan terbesar tidak sampai senilai 1 dolar amerika, itu juga susah mendapatkannya.

Sedangkan Turkmenistan adalah Negara utopian. Seluruh rakyatnya merasa cukup akan apa yang dimiliki di negaranya, karena mengurus pasport dan visa sulit maka jarang ada warga yang keluar dari negeri bekas komunis tersebut. Saat penulis mengunjungi Negara ini, dimana-mana bisa dilihat foto atau patung emas Turkmenbashi, Sang Pemimpin Agung. Di Negara ini segala sesuatunya serba tercukupi dan serba murah. Ongkos bis hanya 20 rupiah, air, listrik, gas, pelayanan kesehatan semuanya gratis. Sangat utopian bukan?

Tapi tak hanya garis batas antara Negara itu yang dibahas Agustinus, ia juga membahas garis batas yang ada di Indonesia. Yang dulu membuat ia dan keluarganya yang keturunan Tionghoa memperoleh banyak ejekan, ketidakadilan dan perjalanan yang menyakitkan karena garis batas itu.

Pembaca akan menikmati dan memperoleh banyak hal dalam buku ini, belum lagi foto-foto berwarna yang diselipkan di tiap bagian Negara. 5 bintang untuk buku Garis Batas ini. :)
Desember 20, 2011

Twinkle Stars, Volume 1

Judul Buku : Twinkle Stars, Volume 1 Penulis : Natsuki Takaya Alih Bahasa : WienA Penerbit : Elex Media Komputindo Cetakan Pertama : Mei 2011 ISBN : 978-602-00-0300-9 978-602-00-0301-6 Gimana perasaanmu kalo saat malam ulang tahunmu, ada cowok tampan yang ngasih kamu hadiah berupa gaun merah muda yang indah? Padahal kamu sama sekali nggak kenal sama cowok itu. Itu mungkin perasaan yang dialami Sakuya, ketika malam ulang tahunnya, ia dan saudaranya (Kanade) kedatangan seorang lelaki tampan yang memberikan Sakuya hadiah. Awalnya Sakuya mengira laki-laki itu adalh teman dari Kana-chan, tetapi ternyata Kanade malah mengira bahwa lelaki (yang diketahui bernama Chihiro) itu adalah pacar Sakuya. Lalu siapa Chihiro itu sebenarnya? Mulailah pencarian Sakuya dimulai, dibantu teman-temannya yang merupakan anggota para penikmat bintang (Hokan). Tetapi rasa penasaran Sakuya yang besar akan pria itu lebih dikarenakan karena Chihiro mengerti bagaimana perasaan Sakuya sebenarnya, sebagai seorang anak yang ditinggalkan ayahnya. Percakapan dengan Chihiro telah membekas dalam hati Sakuya, hingga ia tidak sadar, bahwa pencariannya adalah awal mula lelaki asing itu masuk dalam kehidupannya. 4 bintang untuk Sakuya. :D

Dr. Koto Volume : 1

Judul Buku : Dr. Koto Volume : 1 Penulis : Yamada Takatoshi Alih Bahasa : Widati Utami Penerbit : PT Elex Media Komputindo Cetakan Pertama : Mei 2011 ISBN : 978-602-00-0300-9 978-602-00-0301-6 Namanya Kensuke Goto, ia dulunya seorang dokter Universitas yang pindah tugas ke sebuah pulau terpencil yang bernama Pulau Koshiki. Pada awalnya, orang –orang di pulau itu tidak suka dengan kehadiran seorang dokter, terlebih usia dokter Goto masih muda. Satu-satunya rekan yang ia miliki hanyalah suster bernama Ayaka Hoshino yang sudah 2 tahun menjadi perawat di Pulau terpencil itu. Menurut Ayaka, nantinya tidak akan banyak pasien di klinik tersebut karena sebagian besar memilih untuk berobat ke pulau utama, atau meminum ramuan tradisional saja. Tetapi ternyata semuanya berubah, Goto harus berkali-kali melakukan operasi, bahkan terhadap orang yang awalnya sangat tidak percaya akan pengobatan dokter. Goto bahkan juga harus menghidupkan orang yang mati suri. Sanggupkah Goto melakukan operasi dengan keterbatasan alat di pulau terpencil tersebut? Kisah yang seru dan penuh humor, membuat saya jadi penasaran akan lanjutan ceritanya. :D 4 bintang buat dokter Goto.
Desember 03, 2011

The Last Siege - Pengepungan Terakhir-



Judul Buku : The Last Siege (Pengepungan Terakhir)
Penulis : Jonathan Stroud
Alih Bahasa : Ribkah Sukito
Editor : Primadonna Angela
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 282 halaman, paperback
Cetakan Petama : Oktober 2011
ISBN : 978-979-22-7611-4

Kali ini Stroud tidak bercerita tentang fiksi fantasi seperti biasanya, The Last Siege ini kesemuanya berisi tentang secuplik kisah tiga anak yang awalnya bertemu di sebuah reruntuhan Kastil. Pertemuan Emily, Simon dan Marcus awalnya terjadi secara tidak sengaja, masing-masing dari mereka memiliki kekaguman dan imajinasi sendiri tentang Kastil di Daerah mereka, yaitu di Norfolk, Inggris.

Tentu saja kastil itu memiliki penjaga, seorang lelaki tua bernama Harris bertugas mengawasi kastil itu dan mencegah anak-anak usil atau hewan liar masuk ke dalam wilayah kastil. Pertemuan ketiga anak itu dengan Harris pertama kali berakhir dengan buruk, mereka tertangkap lalu dimarahi dan diancam untuk tidak pernah mendekati kastil itu lagi.

Rupanya ketiga anak itu mendendam, mereka bertekad akan masuk dan menjelajahi kastil itu tanpa ketahuan Harris. Maka mereka menyusun sebuah rencana bagaimana cara masuk Kastil tersebut, dan tentu saja, kali ini mereka berhasil masuk. Ah, tapi manusia tidak pernah memiliki kepuasan, kan? Setelah berhasil masuk dan berkeliling dalam kastil itu, sebuah rencana gila muncul lagi di antara mereka. Mereka akan menginap semalam di Kastil itu, tentunya dengan membawa persediaan makanan dan peralatan untuk menginap.

Tapi bagaimana dengan ijin dari orang tua mereka masing-masing? Emily dan Simon dapat dengan mudah memiliki ijin menginap, tapi lain halnya dengan Marcus. Anak lelaki itu memiliki Ayah yang bermasalah, ia terpaksa kabur ketika Ayahnya kerja di shift malam dan harus pulang pada keesokan pagi sebelum Ayahnya mengetahui bahwa Marcus tidak tidur di rumah.

Celakanya, pagi setelah malam menginap di Kastil, Marcus terlambat pulang ke rumah. Hal ini menjadikan sederetan besar masalah mulai mendatangi ketiga anak itu. Melibatkan pengepungan polisi, pemadam kebakaran, negosiator dan banyak strategi perang muncul di buku ini.

Di awal cerita, saya sangka akan ada sedikit unsur fantasi di dalamnya, tapi ternyata tidak sama sekali. Saat membayangkan kastilnya pun saya mengalami kesulitan, karena meskipun ada peta di bagian awal buku tetapi peta itu tidak banyak menggambarkan tempat-tempat penting yang dijadikan latar cerita oleh penulis. Seperti letak toilet, toko souvenir, cerobong asap, lubang kematian dan beberapa tempat lainnya. Sejujurnya, orang seperti saya yang tidak pernah masuk ke kastil agak sulit membayangkan ruangan-ruangan dalam Kastil. Pada halaman 224 juga ada kesalahan penulisan nama, pada baris ke-6, ditulis bahwa yang berbicara saat itu adalah Marcus, padahal seharusnya Simon. Covernya juga kurang mewakili ide cerita di dalamnya, saya lebih suka cover versi Doubleday tahun 2003, lebih misterius.



Tapi tentu saja ada hal-hal yang membuat saya memberi bintang untuk buku ini. Alur cerita yang cepat dan strategi perang yang seru membuat saya penasaran akan akhir kisahnya. Penulis juga mampu menjadikan kisah yang ide ceritanya biasa menjadi cerita yang menegangkan. 2,5 bintang untuk The Last Siege.
Desember 02, 2011

Interpreter of Maladies (Penerjemah Luka)



Judul Buku : Interpreter of Maladies (Penerjemah Luka)
Penulis : Jhumpa Lahiri
Alih bahasa : Gita Yuliani K
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : Desember 2006
Tebal : 248 halaman, paperback
ISBN : 979-22-2518-8

Buku Penerjemah Luka ini terdiri dari 9 cerita pendek yang hampir kesemuanya berceritakan tentang kehidupan orang-orang India. Diawali dengan kisah pasangan muda, Shoba dan Shukumar pada cerpen berjudul ”Masalah Sementara”. Setelah kematian anak mereka, keduanya mulai jarang berkomunikasi satu sama lain. Masing-masing sibuk dengan kesibukannya sendiri sampai suatu ketika, kawasan perumahan mereka mendapat peringatan akan mati lampu tiap malam selama beberapa hari untuk memperbaiki jaringan listrik. Diawali dengan ide untuk mengatakan sesuatu pada satu sama lain dalam gelap, akhirnya permainan itu membawa perubahan pada kehidupan mereka.

Cerita kedua berjudul ”Ketika Mr. Pirzada Mampir Makan Malam”, mengisahkan tentang Mr. Pirzada yang mendapatkan beasiswa di Boston, sehingga sementara waktu terpisah dari anak dan istrinya, padahal saat itu perang sedang berlangsung di Pakistan. Kerinduan akan keluarga terutama terhadap anak-anaknya membuat Mr. Pirzada sering berkunjung ke rumah si penulis yang ketika itu masih berumur 10 tahun. Dari Mr. Pirzadalah sang penulis ini mengerti bagaimana rasanya merindukan dan mengkhawatirkan sesorang yang sangat kamu sayangi.

Penerjemah luka adalah cerita ketiga dalam buku ini. Menceritakan tentang seorang pemandu wisata yang mempunyai pekerjaan sambilan sebagai penerjemah bahasa di sebuah klinik dokter. Mr. Kapasi, nama pemandu wisata itu, baru menyadari betapa besar tanggung jawab yang ia emban sebagai penerjemah ketika sedang bertugas memandu sebuah keluarga untuk berwisata di India.

Cerita-cerita selanjutnya juga lebih beragam, ada ”Durwan Sejati” yang mengisahkan tentang seorang penjaga rumah susun, ”Seksi” bercerita tentang seorang wanita simpanan, ”Rumah Mrs. Sen” tentang seorang wanita yang merindukan India sebagai kampung halamannya, cerita selanjutnya berjudul ”Rumah Yang Diberkati” dan ”Pengobatan Bibi Haldar”.

Tapi cerita favorit saya ada di urutan paling akhir buku ini. Judulnya ”Benua Ketiga dan terakhir”, menceritakan tentang seorang laki-laki yang pernah mengunjungi tiga benua. Di Amerika, ia bertemu dengan seorang wanita tua yang bernama Mrs. Croft, wanita itu berumur lebih dari 100 tahun, perangainya tegas dan kaku, tapi kehidupannya adalah kehidupan pertama yang dikagumi laki-laki tersebut.

Buku ini pertama kali diterbitkan di tahun 1999 di Amerika, memangkan Pulitzer Prize for Fiction dan the Hemingway Foundation/PEN Award pada tahun 2000 dan telah terjual lebih dari 15 juta kopi di seluruh dunia.

Penulis banyak menceritakan bagaimana efek perpindahan penduduk ke luar India, terutama yang menuju ke Amerika yang saat itu disebut “Dunia Baru”. Bagaimana kebudayaan baru itu memengaruhi kehidupan orang-orang India. Kekurangan buku ini terletak di beberapa kisahnya yang datar, konflik yang dialami tokoh utama dalam cerita juga berdasarkan kisah sehari-hari. Jadi untuk pencinta genre fantasi seperti saya, buku ini hanya meninggalkan kesan yang kuat tentang budaya Indianya saja. Tidak ada ketegangan saat membaca halaman demi halamannya. Tetapi saya rasa keunggulan buku ini adalah bagaimana cara sang penulis mampu mempertahankan nilai-nilai dan budaya India dalam cerita yang sebagian besar berlatar di Amerika. Penulis juga mampu membahas masalah universal yang acapkali dialami manusia, yaitu rasa kerinduan terhadap kampung halaman.

3 bintang untuk Penerjemah luka.

The Leap



Judul Buku : The Leap - Lompatan
Penulis : Jonathan Stroud
Alih Bahasa : Jonathan Aditya Lesmana
Editor : Primadonna Angela
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 240 halaman, paperback
Cetakan Pertama : Oktober 2011
ISBN : 978-979-22-7606-0

Pernahkah kamu berharap untuk bisa masuk ke dalam dunia dalam mimpimu? Mungkin setelah membaca buku ini, Anda bisa berpikir ulang tentang hal itu.

Perkenalkan, seorang anak perempuan bernama Charlie. Ia sedang mengalami trauma berat setelah teman dekatnya, Max, tenggelam ke dalam sebuah kolam di dekat penggilingan gandum. Sebenarnya sih bukan tenggelam, tetapi ”masuk” ke dalam kolam tersebut dan tak bisa keluar lagi. Saat itu Max yang sedang berenang di kolam tersebut terlalu lama menyelam sehingga Charlie khawatir dan memutuskan untuk menyusulnya. Ia melihat Max di dalam kolam, tapi ada beberapa wanita mengerikan yang sedang mengelilinginya. Wanita-wanita itu memiliki rambut panjang terurai seperti lumut sungai dan mata mereka sehijau kerikil yang dikubur hingga berlumut. Seorang diantara mereka bahkan sempat mencakar kaki Charlie ketika gadis itu hendak keluar dari kolam sehingga meninggalkan bekas di pergelangan kakinya.

Max yang masuk ke dalam kolam tersebut tentu saja disangka sudah meninggal oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya. Padahal Charlie tahu bahwa Max masih hidup, para wanita di kolam tersebut yang menculiknya. Charlie sudah menceritakan versi yang sebenarnya terhadap Ibu dan Dokternya, tapi tak seorangpun di antara mereka yang percaya akan adanya wanita-wanita menyeramkan yang tersembunyi di dalam kolam. Karena merasa tertekan, Charlie memutuskan untuk mengarang versi lain cerita tenggelamnya Max tersebut, serta mencoba mengubur fakta-fakta menyeramkan dibaliknya.

Tetapi kenangan tersebut selalu menghantuinya.

Hampir setiap malam, Charlie bermimpi berada di suatu hutan luas yang sepi. Anehnya di hutan tersebut, ia bisa melihat jejak sepatu Max. Rasa penasaran yang kuat membuat Charlie terus mengikuti jejak tersebut, berharap Ia bisa menyelamatkan dan membawa Max kembali ke dunia nyatanya, lalu memberitahu kepada semua orang bahwa Max sebenanrya belum mati.

Anehnya, mimpi-mimpi yang secara berkelanjutan itu seakan benar-benar ia alami. Pengejaran Charlie terhadap Max juga bukannya makin dekat, malah semakin jauh karena Charlie hanya bisa melakukannya di dalam mimpi. Sampai suatu hari Charlie bertemu Kit di dalam mimpi. Kit memberitahu Charlie supaya dapat mengejar Max lebih cepat, gadis itu harus melakukan lompatan. Caranya adalah dengan mengunjungi tempat-tempat yang berkesan dan meninggalkan kenangan antara Charlie dan Max. Dengan cara itulah Charlie dapat mengejar Max dan menyelamatkannya sebelum Dansa Besar di Festival Raya – tujuan Max berjalan- dimulai.

Sementara itu, James, abangnya Charlie yang khawatir akan kondisi Charlie mulai menemukan ketidakberesan. Sejak semula ia sudah curiga bahwa ada sesuatu yang disembunyikan Charlie. Mungkin Charlie Masih belum mampu merelakan Max, pikirnya. Namun benarkah demikian? Mampukah Charlie menyelamatkan Max dan membawanya pulang?

Dari website resmi penulis, saya menemukan bahwa novel ini dimulai dengan sebuah cerita pendek, Millpool, yang ditulis pada tahun 1992. Terinspirasi oleh aliran air di dekat pabrik, dalam, dingin dan batu berlumut berjumbai, indah dan menggoda di hari yang panas, tapi juga berbahaya. Millpool adalah tentang dua anak memetik buah di samping tempat seperti itu, dan apa yang terjadi ketika seseorang terjatuh masuk. Kemudian cerita ini diadaptasi ke dalam bab pertama dari The Leap, yang diterbitkan pada tahun 2001.


Sampul depan The Leap yang diterbitkan pada tahun 2001 di Inggris

The Leap diceritakan dari dua perspektif, Charlie dan James yang bergantian menceritakan kisah yang sama dengan berbeda. Salah satu inspirasi penulis adalah Henry James, The Turn of Screw, cerita hantu brilian yang dapat dibaca dengan cara yang berbeda. The Leap adalah kisah ketika sebuah fantasi bertabrakan dengan realita, tidak ada unsur romance dalam cerita ini. Meski saya suka ide ceritanya tapi menurut saya jalan ceritanya terlalu datar. Tidak ada kesan emosional kuat yang dijalin pengarang di tiap lembar ceritanya, konfliknya pun baru dirasakan di akhir cerita yang menjadikan novel ini agak membosankan di bagian awalnya.

Yang menarik adalah bagaimana penulis menceritakannya dalam dua perspektif yang berbeda, sehingga pembaca perlu kejelian untuk mengetahui siapakah yang kali ini sedang berkisah. 3 bintang untuk The Leap.
November 24, 2011

Incarceron











Judul Buku : Incarceron
Penulis : Catherine Fisher
Penerjemah : Mery Riansyah dan Febry E.S.
Penyunting : Lulu Fitri Rahman
Korektor : Nani
Penerbit : Matahati
Cetakan Pertama : Agustus 2011

Anda pasti tahu apa itu penjara. Sebuah tempat yang digunakan untuk mengurung para tahanan yang biasanya orang-orang yang bersalah atau telah didakwa melakukan suatu kesalahan. Di buku ini, Penulis mengajak kita untuk berkunjung ke sebuah penjara yang bernama Incarceron.

Cerita dimulai pada kisah Finn, seorang tahanan di dalam Incarceron yang memiliki julukan Sang Penglihat Bintang. Finn ini adalah anak Sel, anak yang terlahir dari penjara itu sendiri. Finn adalah anak yang spesial, karena dipercaya ia bisa melihat jalan keluar dari Incarceron. Berulangkali ia mendapatkan penglihatan yang tidak lazim dilihat di dalam penjara. Seperti kue ulang tahun dengan lilin di atasnya, danau dengan angsa-angsa yang meluncur dengan gemulai di permukannya, dan ia tahu bahwa penglihatannya tersebut berasal dari luar Incarceron. Ia punya keyakinan kuat tentang hal itu.

Suatu hari Finn bertemu dengan seorang wanita yang disebut Maestra, dari wanita inilah Finn mendapatkan sebuah kristal yang memiliki gambar sama dengan gambar yang dirajah di pergelangan tangannya sendiri. Sudah sering Finn mencoba mengingat masa lalunya, tapi ia tidak pernah berhasil. Maka ketika ia menemukan kunci berbentuk kristal tersebut, Finn mulai bersemangat untuk mengungkap kembali masa lalunya. Ia, Keiro kakak angkatnya, gadis bernama Attia dan Gildas, Sang Sapient bersama-sama mengikuti petunjuk dari Legenda Sapphique agar bisa keluar dari Incarceron.

Di luar penjara, Claudia, putri dari Sipir Incarceron sedang mempersiapkan pernikahan besar-besarannya dengan Pangeran Caspar, putra kesayangan Ratu Sia. Claudia bersama Jared, guru kesayangan dan orang kepercayaannya, diam-diam mencoba mengungkap rahasia letak Incarceron. Suatu hari, Claudia mencuri kunci kristal dari ruang kerja Ayahnya. Kunci tersebut dipercaya merupakan kunci penghubung ke Incarceron, yang kata orang-orang tempat itu adalah surga, tempat semua kesempurnaan berada.

Ternyata kedua kunci yang ditemukan oleh Claudia dan Finn saling berhubungan. Hal ini membuat mereka mampu berkomunikasi satu sama lain dan mengungkap misteri Incarceron sebenarnya. Rahasia itu ternyata jauh lebih kelam, bahkan mengungkap konspirasi yang terjadi di Istana dan kenyataan sebenarnya tentang kisah hidup mereka berdua.

Novel ini diceritakan dengan apik, sayangnya detail yang diceritakan teramat detail, sehingga pembaca yang kurang suka dengan detail mungkin akan merasa bosan sehingga melewatkannya saja. Sayangnya kurang banyak ”greget” dalam cerita ini. Jalan ceritanya juga sudah dapat ditebak sejak awal, meski tetap menyisakan sedikit misteri untuk diselesaikan di akhir cerita. Ow, dan typonya ada banyak tanda petik pembuka atau penutup percakapan yang hilang.

Tetapi cerita ini tentu memiliki keunikannya sendiri, yang saya rasa terletak di ide penulis dalam menciptakan Incarceron. Ide cerita yang disampaikan pada awalnya saya pikir biasa saja. Hanya sebuah penjara yang penuh kekejaman, kemuraman dan kotor. Di akhir cerita barulah terungkap apa letak keistimewaan Incarceron itu.

Kutipan yang saya suka ada di halaman 480 :
Tak satu pun dari kita yang tahu di mana kita berada. Mungkin seumur hidup kita terlalu cemas akan tempat kita berada, sehingga tidak cukup cemasakan siapa diri kita.

3 bintang untuk Incarceron.
November 20, 2011

Putri Si Pembuat Kembang Api (The Firework-Maker’s Daughter)


Judul Buku : Putri Si Pembuat Kembang Api (The Firework-Maker’s Daughter)

Penulis : Philip Pullman

Alih Bahasa : Poppy D. Chusfani

Editor : Dini Pandia

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan Pertama : Oktober, 2007

Tebal : 144 halaman

ISBN-10 : 979-22-3284-2

ISBN-13 : 978-979-22-3284-4


Gadis itu bernama Lila. Ayahnya, Lalchand, adalah seorang pembuat kembang api di kota. Ibunya sudah meninggal ketika Lila masih kecil, yang menjadikan Lila menghabiskan waktunya di bengkel kembang api milik Ayahnya. Alhasil sedari kecil ia sudah mengenal macam-macam kembang api dan bagaimana cara membuatnya. Ia belajar membuat kembang api Monyet Melompat, Cahaya Java, Air Mancur Krakatau dan masih banyak lagi. Lila juga gemar bereksperimen sehingga menghasilkan sebuah karya yang baru.


Lila memiliki kawan yang bernama Chulak, ia adalah seorang anak laki-laki yang bertugas menjaga Gajah Putih Istimewa milik Raja. Gajah yang bernama Hamlet itu ternyata dapat berbicara, tetapi hanya Chulak dan Lila saja yang mengetahuinya.


Suatu hari, Lila bertengkar dnegan Ayahnya. Lila ingin menjadi seorang pembuat kembang api yang diakui oleh Ayahnya. Tapi Sang Ayah tidak mengijinkan Lila, sehingga Chulaklah yang menanyakan ”resep” agar dapat menjadi seorang pembuat kembang api. Ternyata untuk menjadi pembuat kembang api, orang itu harus mengambil Sulfur Bangsawan dari Gunung Merapi.


Maka Lila yang telah diberitahu Chulak akan ”resep” itu segera pergi ke Gunung Merapi. Ia meninggalkan Ayahnya tanpa pamit, hanya menulis sebuah pesan singkat. Celakanya, Sang Ayah tidak memberitahu Chulak bahwa untuk bisa mengambil Sulfur Bangsawan, seseorang tersebut membutuhkan seguci air ajaib dari Dewi Danau Zamrud. Sang Ayah yang kalang kabut kehilangan Lila ini kemudian memberitahu Chulak untuk membawakan Lila air ajaib tersebut. Chulak kemudian pergi bersama gajahnya menyusul Lila. Berhasilkah Lila nanti membawa Sulfur Bangsawan dan menjadi seorang Pembuat kembang api?

Cerita di buku ini banyak pesan moralnya, mungkin selain tindakan Lila yang kabur diam-diam dari rumah ya.. Tapi setidaknya itu memberi pesan moral kepada para orangtua bahwa kita harus memercayai anak-anak kita dan akan lebih baik jika tidak menyembunyikan suatu rahasia dari mereka. Kelemahan cerita ini menurut saya ada di bagian ketika Lila secara tiba-tiba ditolong Chulak. Padahal sebelumnya Chulak masih berbicara dengan Dewi di Danau. Kapan waktu perjalanan mendaki Gunung?


Buku yang tipis, banyak ilustrasi di dalamnya dan tulisannya besar-besar. Ceritanya yang sederhana juga memanjakan kita sebagai pembaca. 4/5 bintang untuk cerita ini. Cerita Philip Pullman ini pada tahun 1996 telah memenangkan Gold Medal dari The Nestlé Children's Book Prize, yang juga dikenal sebagai Nestlé Smarties Book Prize. Penghargaan tahunan yang diberikan kepada penulis buku anak-anak oleh orang-orang yang merupakan warga negara atau penduduk Inggris. Penghargaan ini merupakan salah satu penghargaan yang prestisius dan disegani di kalangan literatur anak-anak.


Semakin membuat Anda penasaran ingin membaca? :D

November 17, 2011

18 Seconds


Judul Buku : 18 Seconds

Penulis : George D. Shuman

Alih Bahasa : Fahmy Yamani

Editor : Hariska

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 408 halaman, paperback

ISBN : 978-979-22-7623-7


Penggemar novel thriller wajib membaca buku ini!! Siapapun yang menyukai cerita-cerita tentang detektif, psikoanalisis dan kriminal, saya merekomendasikan novel ini untuk Anda. Sungguh, awalnya saya tidak mengharapkan banyak tetapi setelah membaca lembar-demi lembar, buku ini seakan punya magnet yang membuat saya sulit berhenti mengikuti ceritanya.


Tersebutlah seorang wanita bernama Sherry Moore, ia memiliki kemampuan yang mengesankan, yaitu mampu melihat kenangan 18 detik terakhir yang ada di pikiran seseorang yang sudah meninggal. Yang ia perlukan hanya menyentuh tangan milik jenazah, dan kelebatan gambar akan muncul di pikiran Sherry. Terdengar aneh? Begini..


”Saat reseptor kulitku menyentuh reseptor kulit orang mati, sistem elektrisku yang menyala menjalin kontak dengan untaian sistem saraf pusat mendiang. Aku menghubungkan diri melalui sistem saraf pusat mereka ke otak.”, Sherry Moore – Hal.26-


Sherry sering membantu petugas kepolisian memecahkan misteri yang berlarut-larut, seringnya misteri yang mengalami kebuntuan sehingga terancam ditutup kasusnya oleh pengadilan. Dalam cerita ini, Sherry membantu seorang Letnan Kelly O’Shaughnessy yang sedang menghadapi tekanan dari publik akibat maraknya penculikan wanita-wanita muda. Kepolisian kesulitan mengidentifikasi tersangka, karena para wanita yang hilang itu tidak dimintai tebusan dan pelaku pun cermat sekali dalam menghilangkan barang bukti. Ternyata kasus wanita hilang ini ada hubungannya dengan kasus yang sama sekitar 30 tahun yang lalu. Sesuatu membuat pelaku ini muncul kembali, apakah pelaku dari dua era ini merupakan orang yang sama? Jika benar begitu, mengapa baru sekarang ia muncul dan melakukan kebrutalan lagi?


Tak hanya misteri pembunuhan yang diceritakan di novel ini, kisah cinta Sherry yang muda dan memesona juga diselipkan di dalamnya. Detektif John Payne, lelaki yang menjadi Sahabat Sherry diam-diam menyukai wanita itu. Demikian pula kisah cinta Letnan Kelly, rumahtangganya yang sedang terombang-ambing karena perselingkuhan suaminya membuat Kelly bimbang dan haus akan cinta yang lain. Belum lagi sebagai polisi wanita yang memiliki jabatan tinggi, ia sering diremehkan oleh polisi lelaki di markasnya. Diam-diam ternyata Kelly juga dalam bahaya, entah mengapa sepertinya ia juga menjadi target bagi si penculik brutal itu, sialnya kali ini Kelly akan membawa Sherry masuk ke wilayah berbahaya yang tidak seorangpun menyadarinya..


Buku ini mendapat 4 bintang dari saya pribadi sebagai pembaca. Alurnya yang cepat mampu membuat saya penasaran. Detail latar juga disampaikan penulis dengan baik, sehingga saya ikut merasakan tegang ketika Si Penculik itu beraksi. Kelemahan buku ini saya rasa ada pada covernya, yang menurut saya lebih mirip alien daripada Sherry yang digambarkan penulis sebagai wanita cantik. Beberapa typo juga masih muncul di buku ini. Satu yang masih membuat saya penasaran, apa sebenarnya kasus Norwich yang beberapa kali disebutkan dalam novel ini. Sepetinya itu sebuah kasus yang berat karena sampai membuat Sherry tidak mau keluar rumah berminggu-minggu. Kalau buku ini ada seri selanjutnya, saya pasti beli, karena sungguh penulisnya mampu membuat saya penasaran, bahkan sampai lembar terakhir ditutup. Oh ya, novel ini punya ending yang mengesankan. Sesuai dengan kata The Washington Post :


”18 detik adalah novel thriller dengan teknik penulisan dan plot terbaik, serta kisah paling impresif.. ”


Sedikit tentang George D. Shuman


GEORGE D. SHUMAN adalah veteran 20 tahun dari Washington, D.C., Metropolitan Police force, dimana ia sebagai undercover narcotics detective; sersan di Special Assignments Branch, Internal Affairs Division; operations commander of the Metropolitan Police Academy; dan lieutenant commander in the Public Integrity Branch, Internal Affairs Division. Ia tinggal di Pennsylvania dan North Carolina.


18 Seconds adalah novel pertamanya, novel Last Breath diterbitkan kemudian pada 7 Agustus 2007, Lost Girls pada Maret 2008. Dan 18 bulan kemudian, buku terakhir dari seri Sherry Moore, Second Sight, diterbitkan pada 4 Agustus, 2009.


18 Seconds telah diterjemahkan ke dalam 23 bahasa dan dinominasikan untuk :

- Best First Novel by the International Thrillers Association

- The Shamus Award

November 14, 2011

Dark Goddess


Judul Buku : Dark Goddess

Penulis : Sarwat Chadda

Penerjemah : Ferry Halim

Penyunting : Fenty Nadia

Penyerasi : Jia Effendie

Penerbit : Atria

Cetakan I : September 2011

Tebal : 480 halaman, softcover

ISBN : 978-979-1411-98-1


Pernahkah Anda membaca atau mendengar cerita tentang Ksatria Templar? Kisah-kisah mereka sering diceritakan dalam peristiwa Perang Salib, dan pernah muncul juga di cerita Da Vinci Code yang kontroversional itu. Buku ini menceritakan salah satu Templar muda yang bernama Billi SanGreal. Setelah pertarungannya di buku pertama melawan Malaikat Agung, Michael. Kali ini Billi dan Ksatria Templar lainnya berjuang untuk menghentikan seorang Penyihir yang bernama Baba Yaga menghancurkan kehidupan alam beserta isinya.

Baba Yaga


Baba Yaga ternyata sedang mencari seorang Anak Musim Semi untuk disantap jiwanya. Yak, mungkin agak seram kedengarannya, tapi dengan cara itulah Baba Yaga akan mendapatkan kekuatan tambahan. Anak Musim Semi itu bernama Vasilisa, yang dipercaya merupakan seorang Avatar, Sang Oracle super. Vasilisa memiliki kekuatan besar yang diincar Baba Yaga untuk meremajakan kembali kekuatan miliknya sendiri, sehingga kelak Umur Baba Yaga akan bertambah panjang dan sihirnya bertambah kuat. Celakanya, Vasilisa sudah ia miliki, sedangkan waktu upacara pada saat bulan pertama hanya bersela kurang dari seminggu lagi. Billi dan Para Templar harus mencari dan menemukan anak itu, sebelum Baba Yaga berhasil menciptakan Fimbulwinter, bencana dahsyat yang akan membersihkan muka bumi dari para manusia.


Petualangan Billi berlangsung di Rusia, karena di sanalah Baba Yaga bertempat tinggal. Di kegelapan hutan belantara dengan pasukan manusia serigala yang menyembahnya. Templar membutuhkan bantuan, terutama karena mereka akan berada di daerah yang asing. Karena itu mereka meminta bantuan kepada Pasukan Bogatyr yang bercokol di Rusia. Tapi berhasilkah mereka mendapatkan Vasilisa kembali? Karena jika tidak, maka pilihannya hanya dua, membunuh Baba Yaga yang sangat sulit untuk dilakukan, atau membunuh Vasilisa, agar mencegah kekuatan yang dimilikinya dikuasai Sang Penyihir jahat itu.


Sejujurnya ketika mengetahui bahwa ini adalah cerita yang asing di telinga saya, saya mencari beberapa referensi dari google. Dari Google saya menemukan bahwa ada sebuah dongeng kuno juga yang menceritakan kisah Vasilisa dengan Baba Yaga, tentu dengan versi lain. http://en.wikipedia.org/wiki/Vasilissa_the_Beautiful .

Vasilisa The Beautiful


The Death of Koschei dari The Red Fairy Book


Di cerita lainnya saya menemukan bahwa ada tokoh bernama Koschkei, yang mana sebutannya sama persis dengan Koschkey di cerita ini, yaitu Koschkey yang Tidak Bisa Mati.


Jadi begitu membaca kisah di buku karangan Sarwat Chadda ini, Anda bisa menikmati banyak dongeng yang terangkum padat dalam satu cerita. Tidak ketinggalan sedikit kisah cinta juga disisipkan di dalamnya. Tapi kelemahan novel ini menurut saya adalah kurangnya cerita Templar di dalamnya. Cerita Billi di sini juga lebih ke personal, bagian ke-Templar-annya hanya ditunjukkan ketika ada aksi berkelahi. Tokoh yang kuat di buku ini justru ada di Baba Yaga. Mungkin karena judulnya Dark Goddess, jadi yang dibahas Sang Penyihir ya? Sementara dari segi terjemahan, ada beberapa dialog dalam bahasa Rusia yang saya tidak mengerti, sehingga agak sulit memahaminya. Dari segi typo, masih ada beberapa kata yang salah eja dan hilangnya beberapa tanda petik pengawal dialog.


Secara keseluruhan 3/5 bintang untuk Dark Goddess. Dongeng-dongeng kunonya itu yang menakjubkan.

November 10, 2011

When God was a Rabbit


Judul Buku : When God was a Rabbit
Penulis : Sarah Winman
Penerjemah ; Rini Nurul Badariah
Penyunting : Dhewiberta
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan pertama, 2011
Tebal : 398 halaman, paperback
ISBN : 978-602-8811-63-7

Yak, semula saya berpikir novel ini novel spiritual. Apalagi membayangkan makna judulnya, ”when God was a Rabbit”. Tapi jangan salah sangka dulu kalau novel ini diceritakan dari sudut pandang kelinci. Tidak. Kisah dalam buku ini diceritakan dari sudut pandang seorang anak perempuan yang bernama Eleanor Maud. Elly, panggilan akrab gadis kecil ini, mengalami trauma mendalam pada saat umurnya yang masih muda. Seorang lelaki bernama Mr. Golan telah melakukan sesuatu padanya. Rahasia yang ia simpan rapat-rapat, hanya Joe, kakaknya, yang mengetahui cerita itu.

Suatu ketika, Joe menghadiahkan seekor terwelu kepada Elly sebagai hadiah Natal. Terwelu Belgia itu diberi nama “god”. Semenjak kehadiran god inilah, sepertinya Tuhan makin banyak berperan dalam kehidupan Elly dan orang-orang yang dikenalnya. Keluarga Elly adalah keluarga yang biasa, selain fakta bahwa Ibunya orang yang percaya pada Tuhan tetapi tidak dengan Ayahnya. Ayah Elly adalah seorang yang tidak mempercayai Tuhan. Sampai suatu hari ia bernegosiasi dengan Tuhan, sebuah hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

Cerita di buku ini penuh konflik yang lembut, adanya masalah-masalah yang dihadapi beberapa tokoh termasuk teman Elly yang bernama Jenny Penny juga sebagian besar mewarnai buku ini. Belum lagi kisah asmara yang tidak lazim di keluarganya Elly, kisah tentang Tantenya Elly yang bernama Nancy dan kisah asmara Joe yang menarik untuk diikuti.

Dari buku ini banyak pesan moral yang disisipkan penulis. Pelajaran berharga kehidupan antara seorang kakak dengan adik, persahabatan, kisah asmara. Membaca buku ini tidak hanya menyegarkan pikiran kita dengan bahasa-bahasanya yang sederhana, dengan suasana kehidupan dan peristiwa-peristiwa yang kita dengar nyata, tapi juga memberikan asupan bagi jiwa kita.

“Keberadaan harus bertujuan: agar sanggup menahan derita hidup secara terhormat, memberi kita alasan untuk tidak menyerah. “, Hal.16

4/5 bintang untuk “When God was a Rabbit”. :)
November 05, 2011

The Gathering

Judul buku : The Gathering

Penulis : Anne Enright

Penerjemah : Rika Iffati Farihah

Penyunting : Reni Indardini

Penyelaras Aksara : Ike Sinta Dewi

Penerbit : Voila (PT Mizan Publika)

Cetakan I : November 2009

ISBN : 978-979-3714-52-3


”Terkadang harus ada kematian untuk menyadarkan kita akan pentingnya kehidupan”


Sejujurnya saya membeli buku ini karena label “ A New York Times Bestseller dan A Man Booker Prize Winner” di cover depannya. Kisahnya berawal ketika Abang Veronica yang bernama Liam ditemukan meninggal dunia karena bunuh diri di laut. Jenasahnya ditemukan oleh orang-orang di pesisir Brighton. Kabar buruk ini harus ia beritahukan kepada ibu mereka. Wanita yang telah melahirkan 12 belas anak dan telah mengalami 7 kali keguguran itu sayangnya sedang sakit jiwanya, sehingga untuk mengabarkan berita dukacita itu Veronica berupaya agar hati-hati sekali. Veronica juga harus memberitahukan berita kemalangan ini terhadap saudara-saudaranya yang lain, yang masih hidup tentunya, sebab beberapa saudaranya juga telah meninggal dunia.


Selain menceritakan kisah Veronica, penulis juga menceritakan tentang kisah Ada Merriman, nenek Veronica, ketika ia masih muda. Bagaimana pertemuan Ada dengan seorang laki-laki yang menjadi suaminya, bagaimana kisah hidup Ada dan kenyataan-kenyataan pahit yang terjadi di keluarga mereka selama 3 keturunan. Serta kemungkinan penyebab Liam bunuh diri, yang tidak diketahui saudara-saudara apalagi oleh Ibu mereka. Semuanya masih diceritakan dari PoV Veronica, sayangnya batas antara itu kenyataan atau angan-angan Veronica tidak ada batas yang jelas di cerita ini. Belum lagi tentang hantu-hantu masa lalu yang bangkit dan menggentayangi Veronica, mereka seperti menceritakan kembali kisah-kisah hidup mereka dalam pikiran Veronica.


Penulis menceritakan kisah di buku ini dengan humor- humor yang sarkatis dan sayangnya beberapa penggal kisah diceritakan dengan bahasa yang agak berbelit-belit. Seperti di halaman 136, yang saya malah jadi bingung maksudnya.

”Tak ada yang tidak akan dikatakan Ayah”

Nuansa drama yang timbul ketika membaca kisah ini juga sangat kuat sekali, PoV Veronica yang bercerita tentang dirinya dan keluarganya yang suram ikut membuat saya merasakan betapa kacaunya keluarga itu. Penulis juga dengan lengkap menceritakan bagaimana latar suasana dalam cerita, yang membuat saya mampu membayangkannya dan membantu memahami jalan cerita.


Entahlah, menurut saya bahasa yang digunakan yang kadang berbelit-belit dan alur cerita yang maju mundur secara tidak jelas, serta kebingungan saya dalam menentukan apakah itu imajinasi Veronica atau benar-benar kenyataan membuat saya hanya mampu memberikan dua bintang untuk novel ini.


Sekilas tentang Anne Enright


Anne lahir pada 11 Oktober 1962 di Dublin, Irlandia. Setelah belajar menulis kreatif di bawah bimbingan Malcolm Bradbury dan Angela Carter di University of East Anglia, dia bekerja sebagai produser dan Direktur Radio Telefís Éireann, Dublin, selama enam tahun. Sambil bekerja, ia menulis cerita pendek, yang kemudian dibukukan dalam The Portable Virgin. Buku yang terbit pada 1991 ini menjadi karya perdananya.


Sejak memutuskan menjadi penulis profesional pada 1993, ia semakin aktif mengeksplorasi tema-tema, seperti hubungan dalam keluarga, cinta, seks, keadaan Irlandia di masa-masa sulit, dan semangat zaman modern. Tiga novelnya yang lahir berturut-turut adalah The Wig My Father Wore (1995), What Are You Like? (2000), dan The Pleasure of Eliza Lynch (2002). Pada 2004 ia menulis buku nonfiksi berjudul Making Babies: Stumbling into Motherhood.


Sebelum menerima Booker, karya-karya Anne tidak banyak mendapat perhatian publik, padahal beberapa penghargaan telah diraihnya. The Portable Virgin memenangi penghargaan Rooney Prize for Irish Literature 1991. Sementara itu, What Are You Like? masuk daftar pendek The Whitbread Novel Award dan memenangi The Encore Award.


Adapun mengenai The Gathering, peresensi di The New York Times berpendapat bahwa ia tidak menemukan adanya kesenangan dan keriangan dalam buku ini. Anne mengakui, biasanya ketika sedang mencari buku, pembeli selalu memilih buku-buku yang dapat menceriakan mereka. "Dengan motivasi seperti itu, mereka tidak akan memilih buku saya," ujarnya.


Tapi kini, setelah menggondol Booker, bisa dipastikan penjualan buku-bukunya bakal melejit, seperti telah terjadi pada pemenang-pemenang sebelumnya. Banyak di antara novel karya pemenangnya yang kemudian menjadi novel laris, misalnya The Line of Beauty pada 2004, Life of Pi pada 2002, dan Vernon God Little pada 2003.


The Man Booker Prize adalah penghargaan untuk novel terbaik sepanjang tahun berjalan yang ditulis oleh warga negara di negara-negara persemakmuran Inggris dan Irlandia. Novel asli harus diterbitkan dalam bahasa Inggris dan tidak dipublikasikan sendiri. Penghargaan yang telah memasuki tahun ke-39 ini disponsori perusahaan keuangan dan investasi Man Group Plc.


*dari Harian Koran Tempo 4 November 2007 dengan judul "Jeblok di Pasar, Jaya di Booker".

November 03, 2011

Surga Buku-ku

Sebelumnya terima kasih dulu nih sama Melmarian, pemilik blog Surgabukuku yang bersedia berbagi kebahagiaannya dengan bikin giveaway dalam rangka memperingati satu tahun blognya Mel. :D


Ada 3 paket hadiah yang akan dibagikan kepada para pemenang. Nah kalo saya menang, pilihan saya jatuh di Paket B ~Classic Fantasy~ A Wizard of Earthsea & The Tombs of Atuan (Ursula K. Le Guin). Sekarang, mari bercerita tentang surga buku versi saya.Surga buku itu.....


Sebuah tempat yang nyaman, yang tak perlu khawatir hujan atau kepanasan. Tak perlu khawatir kelaparan atau kehausan, dan tak perlu khawatir kekurangan bacaan. Di dalam surga buku, ada sofa-sofa besar tempat kaki bisa berselonjor lega, ada meja dengan tumpukan buku yang menggoda untuk dibaca, dan ada banyak lemari yang berjejer rapi seperti barisan kartu domino yang berbahasa.


Semua jenis buku ada di sana, komik, majalah, buku dengan berbagai bahasa, dengan corak warna yang beraneka. Kertasnya juga dari banyak jenis, papyrus, kulit hewan, pelepah kurma, sampai buku-buku dengan kertas yang ringan juga siap menemani kita menghabiskan hari.


Di surga buku tak hanya ada saya seorang diri, karena di sana juga ada keluarga kita, orang-orang terdekat kita, sahabat-sahabat kita yang semuanya mendapatkan porsi buku yang memuaskan untuk dibaca. Jangan khawatir bila ingin menikmati kesendirian saat membaca, di surga buku juga disediakan bilik-bilik luas untuk kita membaca dengan nyaman dan tenang.


Yak, itu surga buku saya dalam 1000 kata. Bagikan juga ceritamu!! :)

November 01, 2011

Rumah Tangga yang Bahagia

Judul buku : Rumah Tangga yang Bahagia

Penulis : Leo Tolstoy

Penerjemah : Dodong Djiwapradja

Penerbit : Pustaka Jaya

Cetakan Kedua, Desember 2008

ISBN : 978-979-419-349-5

Tebal : 168 halaman, paperback


Berawal dari judulnya yang cukup membuat saya penasaran. Terlebih dari sinopsisnya yang menceritakan pernikahan seorang wanita belia dengan seorang pria yang sudah berumur dewasa.


Setelah kematian ayah yang kemudian disusul kematian Ibunya, Marya Alexandrovna, yang biasa dipanggil dengan nama kesayangan ”Masha”, mengalami kemurungan yang sangat. Di usianya yang baru 17 tahun, segala keceriaan dalam dirinya lenyap. Ketika itulah seorang sahabat mendiang Ayah Masha datang berkunjung.


Sergei Mikhailich adalah lelaki berumur 36 tahun yang menyenangkan, ia mampu menghadirkan kembali keceriaan di dalam diri Masha. Perasaan Masha terhadap lelaki itu dari hari kehari semakin melebihi dari rasa simpati biasa. Keadaan hati Masha yang berbahagia berpengaruh terhadap keimanannya terhadap Tuhan. Perasaan Masha menjadi semakin damai, pengaruh apapun yang dibawa Sergei Mikhailich telah membawa Masha ke arah positif kehidupannya.


Tetapi lelaki itu masih belum menyatakan rasa cintanya terhadap Masha, padahal jelas-jelas sudah semua perasaan itu telah terwujud dalam perhatian, tatapan mata dan obrolan-obrolan kecil mereka. Tapi Sergei Mikhailich masih belum menyatakan cintanya kepada Masha. Tabukah jika seorang wanita mengucapkan cinta terlebih dulu terhadap Pria? Setidaknya untuk segera memastikan perasaan, daripada terombang-ambing khawatir bahwa cintanya tidak bersambut.


Ternyata Sergei Mikhailich ragu untuk mengungkapkan perasaannya, perbedaan usia yang jauh antara ia dan Masha menjadi penyebab utamanya. Masha yang masih belia mana mungkin betah membina rumah tangga dengan lelaki yang sudah puas dengan kehidupannya sekarang. Bukankah masa muda itu begitu menggelora? Begitu berwarna? Mendamba dan bukannya bersahaja.


Konflik inilah yang dibangkitkan penulis dalam cerita. Bagaimanakah kriteria rumah tangga bahagia itu? Apakah dengan saling berkorban demi kepentingan pasangan padahal menyiksa diri sendiri juga bisa dimasukkan ke dalam kriteria rumah tangga yang bahagia? Dalam usia yang masih muda, mampukah seorang wanita, dalam hal ini Masha, mampu mengimbangi pola pikir suaminya yang sudah lebih banyak makan asam garam kehidupan? Penulis menceritakan ide biasa ini menjadi sedemikian menariknya sehingga membuat pembaca betah menyimaknya. Selain itu lewat bahasa yang dipergunakan, penulis dapat menceritakan hal-hal biasa menjadi demikian indahnya. Kekuatan berbahasa benar-benar bermain di dalam buku ini.


Mungkin ada baiknya saya cuplikkan sedikit keindahannya,


”Kukhayalkan bahwa mimpi-mimpiku, pikiran-pikiranku, dan do’a-do’aku adalah makhluk-makhluk hidup yang dalam keremangan senja ini ada bersamaku, menggelepar-gelepar di atas ranjangku, terkatung-katung di udara di atas badanku.”, Hal.34


Sayangnya masih ada typo yang muncul, di halaman 34, kata makhluk menjadi kata mahhluk. Lalu di halaman 127, kata pangeran yang berubah menjadi pengeran. Beberapa kata terjemahan yang digunakan juga agak asing di telinga saya, tapi dengan kemudahan internet sekarang ini, saya bisa mencari terjemahannya di KBBI online atau pada kateglo.


Satu kutipan yang saya suka di dalam buku ini, di halaman 160.


”Setiap waktu punya bentuk cintanya sendiri-sendiri.”


4/5 bintang untuk Leo Tolstoy! :)


Sekilas tentang Novel Rumah tangga yang Bahagia.


Novel ini berjudul asli Семейное счастье (Semeynoye Schast'ye), diterbitkan di The Russian Messenger pada tahun 1859, dan pada tahun 1862 Tolstoy menikahi seorang gadis dengan perbedaan usia 18 tahun.

The Russian Messenger


Cuplikan dari beberapa quote buku ini juga muncul di beberapa buku seperti pada Into The Wild karangan Jon Krakauer dan juga muncul di novel The Counterlife karya Phillip Roth.


Untuk yang penasaran edisi aslinya, mungkin bisa berkunjung ke http://az.lib.ru/t/tolstoj_lew_nikolaewich/text_0039.shtml/

Menurut referensi sih, ini naskah aslinya. Tapi berhubung saya juga nggak bisa bahasa Rusia, jadi saya nggak bisa baca ceritanya. -_-”


Nah, daripada versi Rusianya terus nggak ngerti, mending baca versi Indonesianya aja. Bisa pesen lewat internet lagi, praktis. Ini link Pustaka Jaya, yang menerbitkan banyak karya-karya dunia salah satunya Rumah Tangga yang Bahagia-nya Leo Tolstoy.

http://demipustakajaya.wordpress.com/

Selamat berkunjung!!

Salam,

Salam,