April 29, 2013

Entrok




Judul Buku :  Entrok
Penulis : Okky Madasari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : April, 2010
Tebal : 288 halaman, paperback
ISBN : 978-979-22-5589-8

Membaca beberapa review buku ini di berbagai blog atau di situs goodreads membuat saya tertarik membeli buku ini saat ada diskon yang diberikan Gramedia. Ini buku tentang perjuangan dua orang, ibu dan anak. Perjuangan mereka sebagai manusia dan sebagai wanita, pada era yang bertautan tapi dalam sudut pandang yang berbeda.


Cerita dimulai dari keinginan Marni, seorang gadis desa yang mulai beranjak dewasa, untuk memiliki sebuah entrok (Bra/BH) seperti punya sepupunya. Kehidupan saat itu sangat sulit, terutama untuk Marni dan ibunya. Jangankan untuk membeli entrok, untuk makan saja sudah pas-pasan. Karena niat dan keinginan Marni sangat besar, maka ia memutuskan untuk ikut membantu ibunya menjadi buruh pengupas kulit singkong di pasar. Tetapi lazimnya saat itu, buruh wanita tidak pernah diupah dengan uang, mereka selalu diupah dengan bahan makanan, yaitu singkong. Berputarlah otak Marni untuk mencari akal, bagaimana cara ia mendapatkan upah berupa uang, bukan melulu singkong. Ide didapat, ia akan bekerja menjadi buruh panggul, yang membantu membawakan belanjaan orang-orang dari dalam pasar ke dokar. Dari pekerjaan itu, Marni mulai mengumpulkan uang dan berhasil membeli entrok pertamanya. Bahagianya bertambah karena ternyata simpanannya masih sisa, yang kemudian ia gunakan sebagai modal dagang sayur-sayuran ke rumah penduduk sehingga mereka tidak perlu repot-repot ke pasar untuk berbelanja.

Marni kemudian dinikahkan dengan Teja, seorang kenalannya di pasar yang juga buruh panggul. Bersama Teja mereka memiliki seorang putri yang diberi nama Rahayu. Semakin dewasanya Rahayu, kehidupan Marni pun makin sukses. Marni yang semula hanya berjualan sayur mayur menjadi tukang kredit perkakas rumah tangga hingga ia mulai meminjamkan uang kepada orang-orang. Pengetahuan Rahayu yang semakin luas terutama tentang agama membuat Rahayu sering berselisih paham dengan Ibunya, entah karena kebiasaan ibunya memuja Eyang Bumi atau karena cap ’lintah darat’ yang diberikan orang-orang, atau karena Ibunya yang tak mengenal Allah.

Tekad kuat Rahayu untuk menjauh dari kehidupan Ibunya dibuktikan dengan meneruskan studi di Jogja, meninggalkan kampung halaman (suatu daerah di Magetan) berharap menemukan kebebasan di sana. Sementara Rahayu kuliah, kehidupan Marni semakin penuh liku-liku. Marni mampu membesarkan rumahnya, membeli televisi, bahkan mobil pick up, tapi tetangga-tetangganya menganggap Marni sukses karena pesugihan bukan karena Marni pandai mengolah modal. Sedangkan aparat Tentara dan pemerintah tak juga membiarkan Marni bernafas lega, setiap dua minggu harus ada ’upeti’ yang dibayar untuk keamanan. Setiap akan ada pemilu, Marni harus menyumbang uang dalam jumlah banyak untuk kampanye partai beringin jika tidak ingin dicap sebagai PKI.

Sementara itu di Jogja, Rahayu semakin mempelajari agama Islam dengan mendalam. Ia juga jatuh cinta dengan Amri, dosen agamanya yang kemudian kelak menjadi suaminya. Mereka menikah di kampung halaman Rahayu, acaranya sederhana, meski sebenarnya Marni sempat melarang Rahayu menikah dengan Amri, karena ternyata Rahayu hanya akan menjadi istri kedua.


”Menjadi anak sekolahan juga makin membuatnya tidak tersentuh. Dia merasa paling pintar sendiri, paling benar. Kok menikah sama suami orang bisa dianggap benar?”-Hal.166


Setelah menikah, Rahayu dan Amri mengabdikan diri di sebuah pondok pesantren milik seorang Kyai. Semangat keislaman yang mereka punya ditularkan kepada anak-anak yang bersekolah di sana. Seakan tak peduli dengan dunia luar, sampai suatu hari mereka ’dituntut’ kembali terjun ke masyarakat. Hidup dengan tragedi, demikian pula dengan Marni yang hidupnya makin tak tentu.

Sampai salah satu di antara ibu dan anak itu putus asa dan hampir menjadi gila...

Sebuah cerita yang secara keseluruhan menurut saya, diceritakan dengan apik. Dua tokoh utama dalam cerita ini diceritakan secara bergantian dengan peralihan peran yang halus dan jelas. Terutama karena diberi batasan bab-babnya dengan dituliskan tahun kejadian dalam cerita tersebut.

Membaca kisah Marni dalam buku ini membuat saya kagum bagaimana pola pikir Marni sedemikian teratur sehingga ia mampu mengubah dirinya yang hanya anak seorang melarat berubah menjadi seorang wanita yang paling kaya dan disegani di kampungnya. Pun meski ia dituduh mencari pesugihan, menjadi lintah darat, bahkan oleh anaknya sendiri, ia tetap mempertahankan apa yang selama ini ia lakukan. Saat Marni dipalak oleh aparat tentara dan dari pemerintahan pun ia melawan, hanya suaminya saja yang seperti kerbau dicocok hidungnya, mengiyakan semua kemauan tentara tersebut. Marni di kisah ini diceritakan sebagai wanita yang mempertahankan dan memperjuangkan keinginannya. Kekuatannya ini tidak lantas menjadikan Marni seorang wanita ’super’, di bab lain juga diceritakan bagaimana ia sebagai wanita dan manusia biasa berkeluh kesah dengan keadaannya saat itu.

Sedangkan Rahayu, lahir dalam keadaan yang berkecukupan dan dilimpahi pendidikan menjadikannya wanita yang lebih modern. Sayang, ia malah menjelek-jelekkan ibunya sendiri alih-alih pelan-pelan memberitahu ibunya secara baik-baik. Yang menjadi kelemahan buku ini menurut saya ada di kisah cinta Rahayu dengan Amri, dengan ending yang seakan dipaksakan agar tetap berkesesuaian dengan masa saat itu. Penggunaan entrok sebagai judul buku ini juga kurang sesuai karena entrok hanya diceritakan di awal-awal cerita, tidak secara keseluruhan. Kecuali bila entrok dijadikan ’simbolisme’ wanita sebagai tokoh utama dalam buku ini.

Membaca buku ini mengingatkan saya akan Magetan, ya, kebetulan kampung halaman penulis sama dengan kampung halaman saya. Lokasi-lokasi khusus seperti Pasar Gede, jembatan Madiun, Koramil Sukomoro, markas tentara di Magetan, meski saya mengenalnya dalam versi ’modern’ tapi toh tempatnya tetap sama. Sehingga saya tidak terlalu kesulitan membayangkan isi cerita, kebiasaan penduduknya, juga adat masyarakatnya.

Ini memang bukan salah satu buku dengan genre favorit saya, tapi buku ini menarik untuk dibaca terutama mengenai kehidupan masyarakat kita yang lalu. Selamat membaca :)

 Posting ini dalam rangka Baca bareng BBI Bulan April dengan tema perempuan :D

5 komentar on "Entrok"
  1. kalau dibandingkan dengn Maryam gimana Vin?

    BalasHapus
  2. baru tahu 'entrok' itu kata lain dari 'bra' ... mestinya paham dengan melihat covernya ya.

    BalasHapus
  3. Oalahhh baru tau entrok itu artinya bra :D aku belum pernah baca okky madasari nih vin...tadinya tertarik yang maryam sih..

    BalasHapus
  4. Jadi ceritanya sampai dua generasi ya Mbak? Dari Marni sampai berkeluarga trus melahirkan Rahayu. Dan akhirnya sampai Rahayu berkeluarga juga.. Belum pernah baca bukunya Okky ni..

    Oh Mbak Vina aslinya Magetan? Aku dulu KKN di sana! Jadi kangen... #OOT

    BalasHapus
  5. penasaran jadinya ama buku ini

    BalasHapus

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Salam,

Salam,