Januari 17, 2017

Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi






Judul Buku : Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi
Penulis: Yusi Avianto Pareanom
Penerbit : Banana
Cetakan pertama : Maret 2016
Tebal : 450 halaman, paperback
ISBN ; 978-979-1079-52-5


Sesuatu yang sempurna tak punya hasrat lagi mencari

Saya membuka tahun 2017 ini dengan bacaan bacaan bagus, senangnyaa. Salah satunya adalah Raden Mandasia yang tahun lalu menyabet juara KLA di segmen prosa.

Tergoda oleh rasa penasaran sekaligus promo dan kompor dari banyak kawan, saya memaksakan diri untuk menyegerakan baca buku ini sebelum boomingnya hilang. Maka itu di awal tahun, saya dan sepasukan kawan di telegram (Aki, Mba Mute, dkk) meniatkan diri untuk baca bareng (dengan hestek #BacaBarengAki), meski entah kelarnya kapan.



Buku ini menceritakan perjalanan Sungu Lembu yang ingin membalaskan dendamnya kepada Watugunung, Sang Raja Gilingwesi. Pasalnya, kerajaan tempat tinggal Sungu Lembu (dicaplok) oleh Kerajaan Gilingwesi dan orang orang terdekatnya dibunuh oleh prajurit Gilingwesi. Tentu saja kepala Sang Raja akan menjadi balasan yang setimpal.

Tapi membunuh Watugunung ternyata tidaklah mudah. Ia sakti dan pengawalnya banyak. Jangankan membunuhnya, Sungu Lembu bahkan tak tahu seperti apa wajah sang Raja. Bagaimana cara dia bisa membunuhnya?

Takdir pun berkata lain. Dalam suatu pertemuan di Rumah dadu milik Nyai Manggis, Sungu malah bertemu dengan Mandasia, salah satu putra Watugunung.  Raden Mandasia mengajak Sungu Lembu untuk menemaninya dalam perjalanan ke Barat, demi mencegah peperangan antara dua kerajaan besar, Gilingwesi dengan Gerbang Agung. Tadinya Sungu Lembu berberat hati untuk mengiyakan, namun bukankah ini berarti selangkah lebih dekat untuk menebas kepala Watugunung?

Maka pergilah mereka berdua dan tersesat dalam petualangan yang kocak sekaligus seru. Berlayar berminggu minggu, menyeberangi gurun pasir berhari hari, serta menjadi saksi jatuhnya ribuan mayat dari langit.

Apakah kelak Sungu Lembu berhasil membalaskan dendamnya?

Membaca buku ini awalnya sih agak lelet. Mungkin karena masa adaptasi dengan tokoh dan pembawaan karakter karakternya yang unik. Setelah dua tiga bab berlalu, saya mulai jatuh hati dengan ceritanya. Alurnya memang cepat, tapi cukup menyita konsentrasi karena dijabarkan secara maju mundur. Bahkan ada yang udah mundur, eh dimundurin lagi ke belakang. Tapi secara garis besar ngga terlalu memusingkan sih. Alur mundur ini biasanya berupa alasan dan pengenalan menegenai suatu tokoh baru serta apa kepentingan si tokoh dalam alur cerita utama.

Ada banyak tokoh dalam buku ini, sebagian hanya diceritakan selewat namun beberapa memainkan peran penting dalam mendampingi Mandasia dan Sungu Lembu. Di antara Mandasia dan Sungu Lembu sendiri, sebenarnya saya malah lebih suka dengan Sungu Lembu. Mungkin karena cerita ini memang menggunakan karakternya sebagai PoV pencerita sehingga saya terpengaruhi sudut pandangnya atas berbagai hal. Mungkin juga karena saya suka dengan sifatnya yang bengal, ceroboh, keras kepala, tapi blak blakan kalau ngomong. Cara dia mencaci maki pun tak urung sering membuat saya tersenyum geli saat membaca. Ah betapa saya jadi rindu lagi membaca kisahnya.

Hal lain yang membuat saya suka sama novel ini adalah bahasanya yang kaya. Si penulis menggunakan banyak kosakata lawas namun baru terdengar bagi saya. Hal ini anehnya terasa cocok karena malah makin menguatkan kesan "dongeng" yang muncul saat membacanya. Iya, biar bagaimanapun, buku ini menceritakan dongeng, bahkan bila pembaca jeli dalam mengingat, ada beberapa dongeng yang terkenal yang dipadupadankan di dalam novel ini.

Perlu diketahui juga bahwa novel ini memang ditujukan untuk pembaca Dewasa. Adegan adegan dan humornya saya rasa tidak akan banyak dimengerti oleh anak di bawah 15 tahun, misalnya. Sedangkan bagi saya, sebagai seorang yang dewasa (#tsaaah), Sungu Lembu menunjukkan betapa pelajaran tentang kehidupan adalah mahal harganya. Baginya itu berarti menjalani pelatihan keras dan didikan yang ketat oleh sang paman, termasuk mencicipi segala macam racun sebagai bentuk penjagaan diri. Ia juga tak bisa seenak udelnya menginginkan pembalasan dendam kepada Sang Raja, karena tentu saja, akan ada hal yang harus dibayar demi niat sebesar itu.
Saya puas membaca novel ini. Tak salah bila ia mendapat anugerah Kusala Sastra Khatulistiwa tahun 2016 untuk kategori prosa.
2 komentar on "Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi"
  1. Wah, sepertinya bagus ya Mba... Sudah agak lama tidak baca cerita berlatar seperti ini. Catat dulu, deh :).

    BalasHapus
  2. Waduh Raden Mandasia ini booming banget dimana-mana, tapi aku belum sempet baca:( hiks

    BalasHapus

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Salam,

Salam,