Januari 27, 2016

Memoria



Judul Buku : Memoria
Penulis : Priscila Stevanni
Penyunting : Bonni Rambatan
Penerbit : Kosong
Cetakan Pertama : Oktober 2015
Tebal : 276 halaman, paperback
ISBN : 978-602-72868-6-3

Bukan ingatan fotografis yang membuatku special, tapi bagaimana aku menggunakannya. Itu yang menjadikannya berharga

Setelah pesta ulang tahunnya, Maira kehilangan sahabatnya yang bernama Rega. Malam itu setelah pesta, Rega masih sempat mengantar Maira pulang ke rumah sebelum Maira melihat dengan jelas bahwa sebuah van putih melaju keras ke arah mobil Rega. Tetapi saat Maira terbangun, ia merasa semua kejadian tadi adalah mimpi. Dengan panik ia mencoba menghubungi Rega, tetapi tak ada nomor kontaknya di ponsel. Ketika di sekolah pun semua temannya tak ada yang mengenal Rega.

Sumpah, Ra. Nggak ada yang namanya Rega di kelas ini!

Maira mulai kebingungan. Apakah ini lelucon? Tapi ketika ia ke rumah Rega dan menemukan bahwa kedua orang tua Rega bahkan tidak memiliki anak seorang pun, Maira mulai ketakutan. Bagaimana bisa orang tua Rega juga tidak ingat siapa Rega?

Setelah delapan bulan terapi ke psikiater, dianggap gila oleh orang-orang terdekat, Maira masih belum paham dan hampir saja meyakini bahwa mungkin dirinya memang gila.  Sampai sebuah perjalanan antarwaktu mengantarkan Maira ke Jakarta pada tahun 2097, dengan kondisi yang amat sangat berbeda dari sekarang, Maira akhirnya bertemu Rega. Di tempat itu pula akhirnya Maira mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan hilangnya Rega serta terhapusnya memori orang-orang terdekatnya. Saat itu Maira baru sadar, dirinya memegang peranan penting bagi dunia di masa depan.

Saya sudah lama tidak menimati sebuah cerita perjalanan antarwaktu, apalagi diceritakan oleh penulis lokal. Awalnya saya sempat bingung dengan cover dan judulnya, sinopsisnya juga tidak menceritakan sama sekali tentang time travel ini, tapi ternyata saya menyukai ceritanya. Dengan alur yang cepat dan setting yang cukup kuat, penulis mampu membawa pembacanya masuk ke “Jakarta” yang berbeda dengan saat ini. Bahasanya ringan, luwes dan khas obrolan anak muda. Romance yang memoles novel ini juga diceritakan dengan kadar yang pas, nggak berlebihan. Saya malah suka dengan adegan pertempurannya. Cukup menegangkan dan dibuat seakan nyata ada, seakan kita ikut kejar-kejaran dan ditembaki bareng  Maira dan Rega.
Karakter favorit saya adalah Rega. Ouch, bukan berarti saya jatuh hatii yaa. Tapi Rega beneran baik banget sama Maira, padahal mereka cuma sahabat (atau karena sahabat makanya mereka akur banget ya?). Yang paling menonjol dari karakter Rega adalah bagaimana dia memberikan semangat sekaligus menekan kemampuan Maira (dalam artian positif) sampai batas. Contohnya gini, Rega dengan cueknya memberi jawaban PR atau ulangan ke teman temannya, tapi tidak ke Maira. Rega seakan tidak membiarkan Maira menjadi sosok wanita yang manja.

Adegan favorit? Waktu mereka akhirnya tersekap dan nggak bisa kabur sementara pipa air menyemburkan air menenggelamkan mereka perlahan. Iya emang kayak film banget sih, tapi nggak drama amat kok ceritanya.

Buku ini juga secara tidak langsung pembacanya untuk berkontribusi bagi bumi dengan menggambarkan Jakarta di masa depan penuh peralatan mutakhir tetapi kehilangan sumber daya alam yang penting. Mungkin memang kita perlu sering diingatkan ya agar ingat bahwa bumi ini juga milik anak cucu kita kelak, bukan hanya dinikmati oleh generasi sekarang saja. 


Coba deh baca bukunya, apalagi kalau kamu suka yang bergenre science fiction dengan sedikit polesan romance.




Be First to Post Comment !
Posting Komentar

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Salam,

Salam,