Agustus 11, 2012

The Lost Java


Judul Buku :  The Lost Java
Penulis : Kun Geia
Editor : Baharuddin dan Ika Yuliana K.
Penerbit : IG Press
Tebal : 366 halaman, paperback
Cetakan Pertama : Juni 2012
ISBN : 978-602-18409-0-0


Semenjak munculnya The Inconvenient Truth yang dibawakan Al Gore ke tengah tengah penduduk dunia, kita dihadapkan pada satu fakta yang tak terelakkan lagi, kalau suhu Bumi memang mulai memanas, istilah kerennya global warming. Melelehnya gletser-gletser di kutup pun di pegunungan bersalju, termasuk di Jaya Wijaya, negeri kita sendiri, adalah salah satu buktinya, yang juga menyebabkan kenaikan permukaan air laut beberapa tahun terakhir ini. Well, kalau film sih sudah banyak yang mengambil latar fenomena ini, tapi rasanya tidak demikian dengan novel.

Sampai suatu hari seorang teman mempromosikan buku ini kepada saya. Cocok sih, karena saya sangat suka hal-hal yang berhubungan dengan fiksi ilmiah, baik Film maupun Novel. Nah, berhubung di buku ini tidak dituliskan sinopsisnya, ad abaiknya saya mengawali review ini dengan sedikit bocoran kisahnya.

Kisah berawal dari 29 tahun ke belakang, tanpa waktu yang jelas (karena di novel ini hanya diberikan tanggal dan bulan tanpa tahunnya) seorang anak laki-laki lahir dan sayangnya mengalami kelainan jantung. Di usianya yang kesembilan bulan kemudian, ia diberi bantuan jantung buatan yang setelah sepuluh tahun kemudian bisa dilepas karena jantung aslinya diharapkan sudah mengalami perbaikan.

Dr. Gia Ihza, M.Sc, 29 tahun kemudian anak lelaki itu telah menjadi seorang ilmuwan di bidang kimia. Mewakili Indonesia, ia berbicara singkat di depan panel ilmiah iklim internasional tentang bahayanya global warming. Setelah acara selesai, ia diberi kabar dari Indonesia untuk segera pulang, ada hal yang jauh mendesak untuk dipenuhi.
Lelaki ini ternyata tergabung dalam kelompok Ilmuwan Garuda Putih Lab, sebagai general manager lab, di mana kelompok ini sedang meneliti dan mencoba menyelamatkan dunia dari dampak pemanasan global. Dipimpin tiga orang ilmuwan yang bertempat tinggal di tiga lokasi yang berbeda, mereka memiliki misi untuk menciptakan hujan salju di kutub sampai bisa menurunkan suhu sehingga gas metana yang tersimpan di dalamnya tidak keluar. Metana adalah salah satu gas rumah kasa yang memiliki dampak 25 kali lebih parah daripada CO2, sehingga benar diperlukan penanganan khusus terhadap ratusan ribu kubik lebih gas tersebut yang terpendam dalam es kutub.

Tapi ada kelompok Dark Star Night milik zionis yang berupaya menggagalkan rencana para ilmuwan ini. Tanpa disadari, ada mata-mata yang membocorkan info-info penting dari GarPu Lab ke Dark Star Night. Untuk itu Gia dan teman-teman ilmuwannya harus segera pergi ke Antartika meledakkan peluru peluru nuklir yang juga berisi perak iodide ke awan-awan tertentu agar mampu menurunkan salju di tempat itu.

Berhasilkah Gia dan teman-temannya? Sedangkan kaum Zionis semakin mengancam keselamatan manusia di seluruh dunia..

Saya pertama kali membaca science fiction milik penulis Indonesia kayaknya waktu masih duduk di bangku SMP. Judul bukunya Area-X, semenjak itu saya jatuh cinta terhadap buku ataupun film bertemakan science fiction. Buku itu adalah salah satu karya anak negeri yang sanggup membuat saya bertahan membacanya dari awal sampai akhir dan sampai susah berhenti bacanya XD

Tadinya saya berharap novel tentang global warming ini juga begitu, berhubung salah satu film yang sangat berkesan tentang global warming ini adalah The Day After Tomorrow jadi saya benar-benar mengharap lebih untuk novel dalam negeri. (Berharap kan boleh aja yah). Well, ternyata saya salah memberikan penilaian awal dan ekspektasi awal. Ditambah sinopsis yang biasa aja, (bahkan lebih banyak endorsmentnya daripada sinopsis di buku ini) dan banyaknya keterangan membuat jalan ceritanya kaku.

Sebuah buku science fiction memiliki sinyal kelemahannya sendiri, terutama dalam menyajikan data-data ilmiah yang diharapkan bisa luwes masuk ke dalam cerita. Di buku ini memang ada banyak fakta ilmiah global warming yang dimasukkan, termasuk data-data Negara dan di bagian akhir bahkan disertakan jenis tanaman apa yang bisa mengurangi polusi udara. Yah, semuanya dalam bentuk tabel. Adalagi beberapa catatan kaki yang berkelimpahan di buku ini, bahkan beberapa hal yang dijelaskan menurut saya adalah suatu hal yang umum, seperti keterangan apa itu UNESCO, Eskimo, dan NASA.
-____-“
Selain itu detail yang terasa tak perlu juga dijelaskan di buku ini, seperti seperti apa bentuk Pesawat Jet Cessna 525C, Mobil phantom Couple, identifikasi scanner retina, dan ah.. beberapa hal lainnya.

Lalu kalimat-kalimat yang digunakan, saya cukup.. kecewa. Boros. Saya tahu menulis novel itu suasahnya bukan main, apalagi kalau jumlah halamannya dirasa kurang banyak. Tapi untuk pemborosan kata, saya rasa nggak perlu deh. Mendingan tipis tapi nyaman dibaca daripada kepanjangan tapi intinya gitu doank. Saya ambil contoh ya :

”Tidak tampak retakan sedikitpun di setiap jengkalnya. Semua molekul cat berpigmen hijau berikatan satu sama lain untuk menutup rapat seluruh permukaan dinding kamar.”-Hal. 9

”Semua pelayanan pasca melahirkan tetap tidak dapat memberikan pengaruh besar manakala hati yang gundah tak jua mereda, manakala pikiran yang kalut tak lagi memberi ketenangan rasa.”- Hal.11

Dan..
Ah, dua aja cukup ya, daripada kepanjangan. XD

Saya paham kalau penulis merasa perlu menambahi kisah cinta yang Islami di buku ini, tetapi sampai harus ada option menikah lagi? Poligami? What The... aduh, nggak banget deh. Nggak perlu begituan deh menurut saya, nambah kegaringan aja. -___-

Sebenarnya saya suka dengan ide utama cerita, penyelamatan bumi dari ancaman global warming. Misi yang terencana (meski eksekusinya kurang mantaap), konflik yang memuncak, serta unsur-unsur Islami di buku ini, semuanya membuat saya gemes, kecewa karena sayang banget buku ini masih belum memuaskan saya.

Lalu Ending. Aaaaa... Endingnya bikin saya gegoleran di kasur buat ndinginin kepala. Masa iya gitu doank sih endingnya? Nggak selese dengan lengkap. That’s it. Gitu aja.
Dan saya secara jujur kurang suka dengan tokoh Gia di sini. Gentle sih, tapi nggak spesial.

Well, saran saya yang utama untuk buku ini kalau-kalau dicetak ulang, singkirkan itu sebagian besar endorsment. Sisakan sedikit saja. Beri ruang untuk sinopsis, karena sebuah buku tanpa sinopsis akan jarang dilirik pencinta buku yang sedang memilih-milih buku di toko dengan ekstra hati-hati karena budgetnya sedikit, contohnya saya.

Oh, satu lagi. kenapa mbangun lab tersembunyinya di Pulau Jawa? Kenapa ngga di Kalimantan, di sana kan lebih aman secara geologis. Sedang Pulau Jawa kan rawan gempa dan longsor dsb.

2 komentar on "The Lost Java"
  1. Hai!
    Salam kenal. Saya menemukan blogmu ketika googling buku ini. Trus mulai baca-baca tulisanmu. Wah banget pokoknya.

    BalasHapus
  2. Eh, ada alasan nggak kenapa Dark Star Night pengen neggagalin rencana penyelamatan bumi?

    Maksudku aneh saja, mereka kan juga manusia, masa iya pengen ngehancurin rumahnya sendiri? -.-

    BalasHapus

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Salam,

Salam,