Mei 29, 2015

Maryam





Judul Buku : Maryam
Penulis : Okky Madasari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : Februari 2012
Tebal : 280 halaman, paperback
ISBN : 978-979-22-8009-8


Apa yang diharapkan orang yang terbuang pada sebuah kepulangan?


Maryam dilahirkan dalam keluarga yang menganut kepercayaan Ahmadiyah di sebuah desa di pinggiran pulau Lombok. Setelah ia lulus SMA, Maryam meneruskan pendidikannya ke salah satu universitas negeri di Surabaya dan mulai menyukai seorang pria, sama sama berasal dari komunitas Ahmadiyah. Gamal, nama lelaki itu, awalnya juga mulai menunjukkan ketertarikannya terhadap Maryam. Sampai suatu hari, Gamal tak pernah lagi ikut pengajian-pengajian. Ia juga tak pernah lagi menghubungi Maryam. Ketika orang tua Gamal bercerita apa yang terjadi, musnah sudah harapan dan cinta yang dimiliki Maryam. Ternyata Gamal memilih pergi dari rumah dan keluar dari kepercayaan Ahmadiyah yang ia ikuti selama ini. Sambil berusaha menata hati, Maryam memilih melanjutkan hidupnya di Jakarta. Di sana ia bekerja di sebuah bank dan berkenalan lagi dengan seorang pria, Alam namanya.

Seiring berlalunya hari, Maryam jatuh cinta kepada Alam dan demikian pula sebaliknya. Ketika Maryam menceritakan perihal Alam ke orang tuanya di Lombok, orang tuanya kaget dan tidak setuju. Apalagi kalau bukan karena perbedaan agama yang dianut Alam. Tapi Maryam sudah terlanjur cinta, dan ia takut akan kehilangan Alam seperti dulu ia kehilangan Gamal. Maka meski tanpa restu orang tua, menikahlah Alam dengan Maryam.

Tapi jalan hidup kadang memang rumit. Maryam akhirnya harus bercerai dengan Alam dan memilih untuk kembali ke keluarganya di Lombok. Alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa keluarganya telah diusir dari desa yang sudah puluhan tahun ditempati. Apalagi kalau bukan karena masalah kepercayaan yang dianutnya. Maryam marah sekaligus sedih. Ia harus menemukan keluarganya kembali. Bagaimana kabar mereka? Apakah mereka hidup baik baik saja? Terlebih lagi, apakah mereka masih mau menerima Maryam kembali?

Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk menuntaskan buku ini. Bahasanya ringan, dan alurnya juga cepat. Meski menggunakan alur bolak balik, pembaca tidak kesulitan mengikuti kisah Maryam dulu dan sekarang. pembangunan latarnya juga meyakinkan, membuat pembaca makin mudah masuk ke dalam cerita. Seperti rumah rumah di Gegerung, pertemuan dengan seseorang di pantai, kisah di pengungsian, saya sebagai pembaca mampu memvisualisasikan ceritanya meski saya belum pernah ke lokasi.

Maryam, sebagai tokoh utama cerita, memiliki sifat yang keras kepala, mudah emosi dan terkadang ia egois. Tapi ia memiliki rasa sayang yang besar pada keluarganya dan mandiri. Ia juga sulit melupakan masa lalu yang hampir selalu membayangi tiap langkah penting yang kelak ia ambil.

Penokohan di buku ini tak banyak yang membuat saya terkesan, justru konfliknyalah yang membuat saya tak rela berhenti membaca. Tentang minoritas yang terusir oleh kekuasaan. Tentang perampasan hak manusia oleh sesama manusia. Tentang agama, keyakinan, serta hidup yang penuh beban. Sebagai muslim, saya yakin bahwa Nabi Muhammad tidak pernah mengajarkan kekerasan kepada orang lain. Bahkan saat perang pun ia selalu melindungi wanita dan anak anak.


Bagaimana mungkin kalian semua bisa mengusir kami dari rumah kami sendiri?


Karena penasaran, maka saya mulai mencari berita tentang kaum Ahmadiyah yang terusir di Lombok.

Pada Februari 2006, Jemaat Ahmadiyah yang bermukim di Ketapang, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat menjadi korban perusakan dan pembakaran rumah. Ternyata sejak tahun 2006 itulah, mereka memang menempati gedung transito. Di dalam gedung itu terdapat aula yang dibagi menjadi beberapa bilik kecil berukuran 3x3 m. Sudah hampir sepuluh tahun mereka terusir di negara mereka sendiri. Pemerintah yang tak jua memberi kejelasan serta orang orang yang mencemooh dan menjauhi mereka seakan akan mereka memiliki penyakit menular.

Kisah Maryam ini tidakkah mengingatkan kalian akan para pengungsi Rohingya? Mereka juga terusir dari negara mereka sendiri. Mereka yang berkoar koar membela Rohingya, mengapa tidak membela Kaum Ahmadiyah yang lebih dekat kenegaraannya dengan mereka? Bukankah kita sama sama manusia?

Ah, sebuah buku yang apik dan menggelitik sudut pandang kita terhadap para minoritas di negeri sendiri..



Description: https://ssl.gstatic.com/ui/v1/icons/mail/images/cleardot.gif

2 komentar on "Maryam"
  1. Aku lumayan suka dg Maryam ini dibanding 86. Jadi tau sedikit tentang Ahmadiyah yang selama ini didesas desuskan banyak orang karena begini begitu...

    BalasHapus
  2. Aku udah ngincer banget untuk baca buku ini. Udah kelar Entrok, tapi belum sempet2 di review. Niatnya 2 minggu lalu.. tapi belum kejadian.

    Okky Madasari emang okeh yah... selalu left strange yet remarkable feelings towards the issue she brought up in the book.

    BalasHapus

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Salam,

Salam,