Juni 28, 2015

Tintenblut - Inkspell






Judul Buku : Tintenblut - Inkspell
Penulis : Cornelia Funke
Alih Bahasa : Dinyah Latuconsina & Monic D. C
Editor : Barokah Ruziati
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama : Juni 2012
Tebal : 680halaman, paperback
ISBN : 978-979-22-8426-3


Kau tahu, kurasa sebuah buku selalu menyimpan sesusatu dari pemiliknya di antara halaman-halamannya - Mo


Setelah Capricorn mati, seharusnya kehidupan Meggie jadi bahagia donk ya? Etapi ternyata nggak sodara sodara... untuk itulah saya percaya bahwa Happily Ever After sebenarnya nggak pernah ada di dunia nyata, apalagi fiksi belaka.

Di awal cerita kita akan menemui Staubfinger yang berhasil masuk ke Inkworld dan kembali ke dunianya yang lama. Sepuluh tahun pergi bukanlah hal yang singkat, bukan? Seperti Resa yang kembali menemukan keluarganya, Staubfinger juga menemukan perubahan yang besar di dunianya. Pangeran Cosimo telah meninggal dunia dan Paduka Tawa berubah menjadi Paduka yang penuh dengan duka. Tiada hari yang dilewatkan Raja tersebut selain menangisi kepergian anaknya yang tampan dan ksatria. Segala tetek bengek kepemimpinan sementara dijalankan oleh janda Cosimo, yaitu Violante, anak dari Natternkopf. Sementara itu, Fenoglio yang masuk ke dunia karyanya sendiri mulai khawatir kalau kalau ceritanya berjalan tidak sesuai dengan seharusnya.

Di dunia yang berbeda, sebuah teror mengunjungi Meggie dan keluarganya. Karena keegoisan Farid dan keingintahuan Meggie, mereka masuk ke dalam Inkworld dan menemukan bahwa dunia bacaan tersebut selain indah tetapi juga penuh ancaman. Tak cukup hanya itu, Mo dan Resa juga masuk ke dalam buku beserta Basta dan kawan kawan. Hal yang ditakutkan akhirnya terjadi di Inkworld.

Segalanya tak ada yang berjalan dengan benar, dan maut mengincar siapa saja yang ada di dalam cerita. Terus bagaimana kisah Meggie, Mo dan Resa? Bagaimana juga nasib Staubfinger dan tokoh tokoh dalam cerita?

Sebenarnya buku ini sudah saya mulai baca sejak tahun lalu, sayangnya di halaman 200-an saya tidak tahan dengan ceritanya yang membosankan. Tahun ini dengan semangat babat timbunan buku bantal, mau nggak mau saya harus mencoba menghabiskannya. Dan saya berhasil meski disela entah berapa buah buku. Di awal cerita sih cukup meyakinkan, saya berhasil dibuat penasaran. Tapi lama kelamaan jalan ceritanya gitu gitu aja. Kurang greget. Sampai saya hampir menyerah (lagi). Nah di pertengahan cerita, barulah si penulis memberikan kejutan kejutan yang membuat saya penasaran mau dijadiin kayak gimana ini akhirnya? Dan endingnya membuat saya gregetan, karena mau nggak mau saya harus melanjutkannya ke buku ketiga demi menuntaskan rasa penasaran yang dibangun oleh si penulis. 

Selain jalan ceritanya yang terkesan datar, saya rasa tokoh tokoh di buku ini juga ambil bagian dari kebosanan yang saya rasakan. Hampir sebagian besar tokoh berperangai negatif. Bahkan saya pun kesal setengah mati sama Farid dan Meggie yang sama sama egois dan berakal pendek. Ditambah kelakuan Fenoglio yang bak raja di ceritanya, padahal sejatinya dia telah jadi budak oleh kata kata yang dirangkainya sendiri. Begitulah, senjata makan tuan. Belum lagi orang orang macam Mortola, Basta dan Natternkopf. Fyuh...

Tapi bagi kalian yang penasaran, dan sudah membeli bukunya, sayang banget lah kalau ngga dibaca.
Kalau kata Mo, buku itu kayak makhluk hidup, mereka bisa rusak dimakan usia.


Cerita tidak akan berakhir, Meggie, walaupun harapan kosong seperti itulah yang kita dapatkan dari buku-buku. Cerita akan terus berlanjut, tidak tamat di halaman terakhir seperti halnya ia tidak berawal di halaman pertama. – Mo


Segera baca timbunanmu ya ;p
Be First to Post Comment !
Posting Komentar

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Salam,

Salam,