Juli 10, 2016

Negeri Para Roh






Judul Buku  : Negeri Para Roh
Penulis : Rosi L Simamora
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama : 2015
Tebal : 288 halaman, ebook (beli di scoop)
ISBN : 978-602-03-2113-4



Kadang-kadang yang perlu kita lakukan adalah menyerah pada apa yang diinginkan hati kita. Berani melepaskan luka-luka masa lalu supaya kita bisa hidup lagi.



Pertama tahu judul buku dan cover buku ini, saya langsung jatuh cinta. Terasa suasana magis yang ditegaskan dengan sinopsisnya, bahwa buku ini berdasarkan kisah nyata dari empat orang yang selamat dari tragedi. 

Sepuluh tahun lalu tepatnya tanggal 6 Juni 2006, lima orang kru Jejak Petualang bersama tiga orang kru longboat yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan di Laut Arafuru. Empat orang selamat, empat orang lainnya hilang ditelan samudra termasuk di dalamnya seorang juru kamera yang bernama Bagus Dwi. Di dalam buku ini, semua nama tokoh dibuat beda dari aslinya, kecuali nama Bagus Dwi.


Cerita berawal dari perjalanan Senna dalam mengenang rasa kehilangannya atas Bagus Dwi. Terdesak perasaan bersalah, mimpi buruk yang menghantui, serta logika yang terus mengkalkulasi besarnya kemungkinan Bagus untuk selamat, rupanya meski sudah sembilan tahun Senna masih belum dapat merelakan kepergian salah satu kru terbaiknya itu. Maka Senna memutuskan untuk kembali dari awal segalanya bermula, kembali ke pedalaman Suku Asmat nun di timur Indonesia. Mungkin dengan demikian ia dapat melepaskan kesedihan yang terus menggerogotinya. Dalam perjalanan itulah kita diajak Senna menyimak kembali apa yang terjadi sebelum, saat dan setelah musibah itu terjadi sampai bagaimana mereka kelak diselamatkan. 

Selama sepuluh hari, para kru Petualang mendokumentasikan kehidupan Suku Asmat. Kru itu terdiri dari Senna sang pemimpin, Sambudi dan Bagus Dwi sebagai cameraman, Totopras tangan kanan sekaligus asisten sekaligus reporter dan Hara sang reporter wanita yang benar-benar baru memulai kariernya langsung di medan pedalaman Papua tersebut.

Tentu saja sepuluh hari bukanlah waktu yang singkat untuk tinggal jauh dari peradaban dan tinggal bersama kebudayaan yang masih amat primitif. Maka ketika ada kesempatan untuk pulang, tentu saja mereka memutuskan untuk mengiyakan perjalanan tersebut. Meski ada tanggal keramat dan petuah tetua yang menyarankan agar mereka tidak berangkat. 

Semua perjalanan selalu ditutup dengan pulang.
 
Awalnya, perjalanan itu begitu meyakinkan. Cuaca mendukung, ombak masih teratasi, semua penumpang longboat mulai membayangkan apa yang akan mereka lakukan setelah sampai di kota kelak. Tapi secepat apa perubahan langit dan ombak, siapa pula yang bisa tahu? Seketika ombak makin mengganas hingga membalikkan longboat dan penumpangnya ke lautan. 

Semua orang ketakutan, hingga empat orang berhasil berkumpul terkatung-katung sambil berpegangan di sebuah dry box berukuran 50 cm yang dijadikan pelampung. Tiga kru longboat bersama Bagus terlihat berhasil mempertahankan longboat dan mencoba untuk memberi pertolongan agar mereka yang terjatuh di laut bisa naik kembali ke kapal. 

Anehnya, seakan ada tangan tak kasat mata yang terus-menerus memisahkan mereka, mendorong kedua pihak ke arah yang berlawanan. Hingga longboat dan penumpangnya hilang dari pandangan Senna dan kawan-kawan. 

Terkatung-katung selama puluhan jam, termasuk melewati malam, membuat keempatnya sangat bersyukur ketika berhasil menemukan pulau kecil. Meski dalam hati begitu ketakutan dan pesimis, mereka terus menggenjot keyakinan hati bahwa Bagus pasti akan berhasil sampai ke daratan dan meminta pertolongan. 

Sayangnya harapan tak selalu sejalan dengan kenyataan. Senna dan tiga kawannya harus berhari-hari tinggal di pulau itu, bertahan hidup sebelum akhirnya berhasil ditemukan dan diselamatkan. Itupun mereka masih harus menelan pil pahit bahwa Bagus tidak berhasil ditemukan. Jangankan Bagus ataupun ketiga kru kapal, longboat yang mereka tumpangi, puluhan jeriken yang mereka bawa, taka da satupun yang berhasil ditemukan. Seakan-akan semuanya lenyap ditangkup tangan-tangan lembut lautan.

Buku ini semakin apik karena di dalamnya juga diceritakan tentang kisah-kisah dari Suku Asmat. Mungkin karena itulah saya bisa merasakan betapa sakral sekaligus cantiknya gambaran Suku Asmat di dalam cerita. Belum banyak kan novel yang mengambil latar sebuah suku di Indonesia, diceritakan dan dilibatkan dalam berbagai adegan, sehingga menghasilkan cerita yang modern diimbangi dengan adat yang kuat. 

Apalagi buku ini berkisah tentang para penyintas, tentang pengalaman bertahan dan berserah diri mereka kepada Tuhan. Jujur saja, saat dan setelah membaca buku ini, saya jadi makin mensyukuri hal-hal sederhana yang ada di sekitar saya. Saya semakin percaya bahwa Tuhan memelihara kita, sama seperti Tuhan memelihara para penyintas di cerita. 

Saat berputus asa, kebutuhan mereka selalu dicukupkan Tuhan. Saat haus, ada botol berisi air mineral yang mereka temukan. Saat kelaparan, ada siput dan ikan yang berhasil mereka pancing. Yang mereka lakukan hanyalah berusaha lalu memasrahkan segala sesuatunya kepada Tuhan. 

Buku yang berisi cerita yang bagus dan bahasa yang memesona. Kalau kalian suka dengan petualangan dan keindahan alam, saya akan sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca.

2 komentar on "Negeri Para Roh"
  1. Sampulnya keren, abstrak-abstrak gitu
    http://artikelmashamdan.blogspot.co.id/2016/07/daftar-ga-buku-di-website-dan-blog.html

    BalasHapus
  2. Keren sampulnya, abstrak-abstrak gitu
    Kunjung balik ya...
    http://artikelmashamdan.blogspot.co.id/2016/07/daftar-ga-buku-di-website-dan-blog.html

    BalasHapus

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Salam,

Salam,