Siwa- Kesatria Wangsa Surya [Review dan Giveaway]

Judul Buku : Siwa- Kesatria Wangsa Surya

Penulis : Amish

Penerjemah : Desak Nyoman Pusparini

Penerbit : Javanica

Cetakan pertama : 2016

Tebal : 426 halaman, paperback

ISBN : 978-602-6799-15-9

"Keyakinan adalah senjata yang sangat ampuh, Batara."

Siwa sudah muak dengan pertempuran sukunya dengan suku-suku tetangga, terutama suku Pakrati yang ingin merebut wilayah mereka. Suatu hari, ada utusan dari negara Meluha yang mengajak Suku Guna untuk masuk menjadi bagian rakyat Meluha atau Wangsa Surya. Ide ini kemudian disetujui Siwa, dengan harapan seluruh anggota sukunya akan mendapat ketentraman, tanpa perlu was-was terhadap serangan suku lain lagi. 

Setelah pindah ke Meluha, Siwa kemudian mengetahui bahwa sebenarnya ia adalah seorang yang telah lama dinanti-nanti oleh rakyat Meluha. Lehernya yang secara ajaib memancarkan warna Nila membuatnya langsung dikenali oleh para petinggi Wangsa Surya sebagai Sang Nilakantha yang diramalkan akan memimpin rakyat Wangsa Surya ke kemenangan melawan kejahatan.

Akhir-akhir ini memang sering terjadi serangan terhadap kota-kota di Meluha, sehingga rakyat merasa terancam dan ketakutan. Berdasarkan laporan yang masuk, serangan itu merupakan serangan dari negara Wangsa Chandra dengan bantuan kaum Naga. Semenjak memahami keteraturan Meluha, Siwa mulai menyukai negara tersebut. Sehingga meski ia meragukan ramalan atas dirinya, ia tetap akan berusaha semampunya untuk membantu rakyat Meluha memerangi kejahatan bagaimanapun caranya.

Di Meluha, Siwa berkenalan dengan Sati, putri dari Sang Maharaja Dhaksa. Wanita ini memiliki keterampilan  bertarung yang belum pernah dilihat Siwa sebelumnya. Siwa juga mengagumi tingkah laku Sati serta kecantikannya. Pada dasarnya, Siwa jatuh cinta terhadap Sati. Sayangnya, ada peraturan yang membuat Siwa kesulitan untuk mendekati Sati. Selain itu, wanita itupun terkesan menjaga jarak terhadap keakraban dan keramahan yang coba Siwa tawarkan.

Lalu bagaimana kisah Siwa selanjutnya? Mampukah ia menjalankan dharmanya sesuai dengan ramalan yang telah digariskan? Atau apakah kisah cintanya kelak akan berakhir tanpa harapan?

Wahah, jujur saja, membaca novel ini benar-benar melampaui perkiraan saya. Saya menikmati alurnya, cara penulis bercerita, penokohannya, serta unsur mitologi dan sejarah di dalamnya. Semuanya terjalin dengan bahasa yang indah, detail yang tak berlebihan dan membuat saya selesai membacanya dalam dua hari. 

Ada banyak tokoh dalam cerita ini, tapi tentu saja Siwa adalah sosok yang menjadi sentra utama cerita sehingga akan saya ceritakan lagi lebih banyak tentangnya. Sebagai pemimpin dari Suku Guna, Siwa telah menunjukkan bakat alami sebagai seorang pengayom rakyatnya. Ia memperhatikan kepentingan banyak orang, ia ramah, serta bersahabat dengan banyak orang. Sehingga ketika ia muncul di Meluha dan beberapa orang meragukannya, sikap yang selalu Siwa tunjukkan tersbeut mampu meluluhkan keraguan mereka. Ia mau mendengar pendapat dan masukan orang lain, hatinya lembut dan mudah tersentuh namun keras jika menghadapi musuh. Apalagi kalau musuh tersebut melukai orang yang ia sayangi.

 
Kuatnya unsur mitologi dalam buku ini jelas memberi kesegaran bagi pencinta genre tersebut. Jika mendengar atau membaca nama Siwa, tentu kita akan teringat dengan salah satu Dewa dalam agama Hindu, yaitu Dewa Siwa. Sebagai salah satu dari tiga dewa yang berkuasa, Dewa Siwa dikenal sebagai sang pencipta, pemelihara serta penghancur. Beberapa karakter dalam cerita memang terlihat ada yang mirip atau berhubungan dengan mitologi tersebut. Selain Siwa, ada juga Maharaja Dakhsa yang sama sama memiliki sifat arogan. Tapi karena ini adalah fiksi, tentu saja jalan ceritanya tak serupa. Jika Sati pada mitologi tidak direstui oleh ayahnya untuk menikah dengan Siwa, pada buku ini ia malah dicomblangi ayahnya untuk bisa bersama Siwa. Meski tentu saja hal tersebut menegaskan sifat keras kepala dan egois yang dimiliki oleh Dakhsa.

Jika ada yang bertanya tanya, bukankah buku ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan pula di Indonesia, maka jawaban saya adalah, iya. Buku ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia sebelumnya, namun karena telah dilepas kembali dan mereka tidak akan menerbitkan seri lanjutannya, maka Javanica lah yang kemudian membeli lagi hak terjemahan dan menerbitkannya.

Sejujurnya sih saya belum baca terjemahan sebelumnya, sehingga saya hanya bisa membandingkan covernya. Yah, saya memang lebih sering menjudge buku dari penampilan luarnya. Dan cover Siwa ini jauh lebih menggoda daripada Meluha (terjemahan sebelumnya). Terjemahannya juga apik, bahasanya indah dan pilihan katanya juga beragam. Alurnya memang agak lambat, tapi setiap detailnya membuat pembaca penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya. Apalagi konflik dalam cerita tak hanya sekadar ramalan dan cinta Siwa, tetapi juga rasa percaya serta politik antarnegara.

Penasaran dan mau baca juga? Thanks to Penerbit Javanica dan Dion, saya jadi bisa ngadain giveaway deh. Ada dua novel Siwa untuk dua orang pemenang dari kuis yang akan saya buat ini. Syaratnya gampang sih. 

• Peserta wajib  like FB “Penerbit Javanica "
• Share di media sosial, twitter atau FB atau apa aja deh.
• Periode giveaway di blog saya adalah dari tanggal 10 Oktober sampai 16 Oktober 2016
• Pemenang akan saya pilih secara random, diumumkan hari Senin 17 Oktober 2016

Format jawaban : 

Nama :

Akun FB :
Link share :


Selamat mencoba dan semoga menang!