Oktober 05, 2021

Apples Never Fall





Judul Buku : Apples Never Fall

Penulis : Liane Moriarty

Penerbit : MacMillan

Tebal : 516 halaman 

ISBN : 978-176-098-5707


There were many people who would have stopped it, if only they’d known, if only they’d looked a little harder or bothered to ask a question or listen.


Keluarga Delaney merupakan keluarga yang cukup terpandang di lingkungan mereka. Mereka memiliki bisnis pelatihan tenis yang bisa dibilang sukses, tropi penghargaan kejuaraan serta empat anak yang telah dewasa dan hidup terpisah dari orang tuanya. Beberapa hari setelah hari valentine, para anak menyadari bahwa ibu mereka mungkin hilang. Meski sebelumnya ia telah menyampaikan pesan singkat lewat telepon, tetapi pesannya amat janggal hingga tak ada yang bisa memahami. Yang lebih aneh lagi, handphonenya ditemukan di kolong kasur oleh tetangga merangkap asisten rumah tangga mereka. 


Lha kalau ngga bawa handphone, lalu ke mana si ibu pergi? Maka laporlah si anak ke polisi dan mulai dilakukan penyelidikan. Ke mana sebenarnya Joy (si ibu) ini pergi?


Apakah dia benar benar pergi atau dihilangkan seseorang? Jika mungkin ia pergi, mengapa sang suami juga tak tahu menahu bahkan terkesan menutupi sesuatu?

Apa yang sebenarnya terjadi di keluarga ini?


Buku yang tebaaaal ini terdiri dari tujuh puluhan chapter. Pas lihat lihat di awal baca udah lumayan bikin gentar kira kira bakal selesai kebaca ngga ini ya. Beruntung baca buku ini bareng Abo, jadi ngga menderita sendirian kalau pas ketemu bab yang bikin spaneng karena alurnya yang lamaa dan detailnya kadang tumpe tumpe. Ngga ngerti dah apa sengaja dibikin biar tebel banget apa gimana.


Karakter karakternya ngga ada yang bombastis, semua biasa biasa saja. Seperti buku buku Moriarty sebelumnya, tema keluarga dan rahasia yang ditutup rapat rapat seakan udah jadi ciri khasnya. Meski demikian, di buku ini Moriarty menggali lebih dalam karakter sang Ibu. 


Joy had wanted to tell her that you could still be lonely when you were married, that there had been times when she had woken up day after day crushed with loneliness, and still made breakfast for four children.


Those feelings are real. Juga ketika Joy menyadari dan mempertanyakan hal hal yang ia korbankan dengan memilih menjadi seorang ibu. Prestasinya, mimpinya, ya mungkin karena feel so relatable makanya saya cukup "betah" membaca buku ini demi mencari tahu endingnya. 


Saya bisa membayangkan buku ini dijadikan serial film, dramanya dikembangkan dengan detail dan apik. Banyaknya karakter tambahan yang menjadi sumber gosip serta alur maju dan mundur yang disusun bergantian tiap bab cukup membuat buku ini terkesan "dramatis" karena sedikit demi sedikit pembaca disodorkan kepingan puzzle untuk disusun.


Buku yang apik tapi untuk endingnya tak sebagus Big Little Lies, menurut saya. Cukup untuk memuaskan rasa kangen saya akan tulisan tulisan Moriarty. :)

Be First to Post Comment !
Posting Komentar

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Salam,

Salam,