Januari 21, 2013

The Road


Penulis : Cormac McCarthy
Penerjemah : Sonya Sondakh
Penyunting : Sapardi Djoko Damono
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 264 halaman, paperback
Cetakan pertama : Januari 2009
ISBN-10 : 979-22-4316-X
ISBN-13 : 978-979-22-4316-1

Akhirnya saya menamatkan buku ini. Awal mulanya karena saya penasaran dengan beberapa komentar teman yang sudah membaca buku ini. Bagus dan unik. Di bagian percakapan ngga ada tanda petiknya. Semenjak itu saya penasaran, meski berkali-kali nyari nggak ketemu, tapi kemarin akhirnya nemuin buku ini juga.
The Road menceritakan kisah seorang ayah dan anak laki-laki yang menempuh perjalanan ke Selatan. Latar ceritanya adalah Amerika yang kering dan penuh abu. Tidak diceritakan apa penyebabnya, yang ada hanya lanskap yang terbakar, debu dan jasad-jasad kering orang-orang yang meninggal dengan mengerikan. Kedua tokoh ini memiliki ransel di pundak, kereta belanja tempat memuat terpal, selimut dan beberapa kaleng makanan serta sebuah pistol yang dibawa Sang Laki-laki yang berisi dua peluru untuk berjaga-jaga.

Perjalanan mereka dipenuhi dengan kekhawatiran dan ketakutan. Keterbatasan makanan membuat beberapa orang menjadi kanibal. Tapi tidak dengan mereka, anak dan ayah itu memasuki setiap rumah yang mereka temukan dan mengais apa saja yang bisa dimakan. Apel yang kering, sisa-sisa tepung jagung, dan terkadang menemukan beberapa kaleng makanan yang kemudian dipanaskan untuk mereka makan. Demikian pula dengan keterbatasan air, sumber air telah mati, genangan air yang ada telah berwarna kehitaman dan tertutup abu. Untuk dapat meminumnya mereka harus menyaringnya terlebih dahulu dan kemudian disimpan dalam botol-botol sebagai persediaan mereka.
Mimpi-mimpi buruk juga sering mendatangi mereka. Dan perjuangan mereka juga ditambah dengan pergulatan kemanusiaan ketika bertemu dengan orang-orang yang kelaparan seperti mereka. Sang anak seringnya menjadi ”Dewa”, diliputi kasih sayang dan nggak tegaan buat ninggalin orang-orang menderita yang mereka temui di perjalanan. Namun Sang Ayah adalah sisi yang lebih ”manusia”, ia tega membunuh orang yang mencuri perbekalan mereka, ia mengkhawatirkan keselamatan anaknya, ia mengkahawatirkan kematiannya akibat kesehatannya yang semakin memburuk dari hari ke hari.
Buku ini membuat saya betah membacanya lama-lama. Bahasanya puitis, dan percakapannya juga sederhana. Meski perlu perhatian juga apakah yang berbicara ini Sang Ayah atau Anaknya. Perjalanan mereka memberikan ras apenasaran yang besar bagi saya, akankah mereka berhasil sampai ke Selatan? Adakah orang-orang baik seperti mereka yang nanti mereka temui? Yang lebih sering bikin penasaran, hari ini mereka dapet makanan ngga ya.. dan perasaan-perasaan penasaran lainnya.
Saya punya beberapa kutipan favorit dari buku ini,
” Kau lupa apa yang ingin kau ingat dan kau ingat apa yang ingin kaulupakan.” Hal.15
” Layaknya pendulum besar pada rotundanya mencatat sepanjang hari gerakan-gerakan alam semesta yang bisa dikatakan tak diketahuinya tetapi harus dipahaminya.” Hal.18
”Dan mimpi-mimpi begitu penuh warna. Bagaimana lagi maut memanggilmu? Terjaga dalam dinginnya fajar, semua menjelma debu begitu cepat.” Hal.23
Saya rasa buku ini memang pantas mendapat Pulitzer Prize untuk fiksi tahun 2007. Dan saya mulai penasaran sama filmnya. Nonton aah... :D


"Posting ini dibuat dalam rangka posting bersama BBI dengan tema Pulitzer Prize"
7 komentar on "The Road"
  1. Eh baru kali ini aku baca review positif ttg buku ini. Selama ini aku dengar buku ini masuk kategori "berat" utk dicerna.

    o ya, *ngintip blogroll di samping* kok blogku belum masuk yah? hiks...

    BalasHapus
  2. yup. sudah saya masukkan, Mbak Fandaa.. :)
    Maaf, belum sempat utak atik blog lagi nih.. hehehh

    Iya, entah kenapa ceritanya suram tapi bikin penasaran. Udah baca, Mbak?

    BalasHapus
  3. perasaan udah ngisi comment disini deh..kemana yah

    BalasHapus
  4. Baru ini komennya Bang Helvry.. hehehh

    BalasHapus
  5. lagi nunggu kiriman buku ini dari toko buku duabolo buku antik hehehe

    BalasHapus
  6. wah, aq benar-benar merinding waktu baca buku ini, mungkin imajinasiku terlampau besar kali ya, suasana suram akan akhir dunia, tiada makhluk hidup yang 'benar' - hanya berdua ayah dan anak, ngeri beneran, apalagi salahku bacanya menjelang malam *hicks* tdk bisa tidur jadinya...

    BalasHapus
  7. wah buku ini dimana sih bisa didapatnya? saya nyari susah banget. padahal butuh banget buat skripsi.

    BalasHapus

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Salam,

Salam,