Slide Show

Desember 31, 2011

The Hunger Games


Judul buku : The Hunger Games
Penulis : Suzanne Collins
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 408 halaman
Cetakan pertama : Oktober 2009

Sejujurnya, pada awalnya buku ini saya baca karena beberapa teman di Blogger Buku Indonesia berniat baca bareng Mockingjay (Seri ketiga Hunger Games) bulan Januari besok. Jadi, saya memutuskan membaca buku Hunger Games agar bulan depan bisa ikutan baca bareng tersebut.

Tentu saja sejak awal saya tahu bahwa buku ini istimewa, sebab banyak komentar positif dari review teman-teman dan rating buku ini di Goodreads juga besar. Buku ini juga mendapat predikat “ Publishers weekly’s best Books of The Year” pada tahun 2008 dan “New York Times Notable Children’s Book of 2008”.

Buku ini bercerita tentang kehidupan gadis berumur 16 tahun yang bernama Katniss Everdeen. Ia dan keluarganya tinggal di Distrik 12 dari sebuah Negara yang bernama Panem, letaknya berada di Appalachia (sebuah daerah di US). Ayah Katniss meninggal ketika ia berumur 11 tahun, sehingga ia harus menggantikan peran ayahnya dalam menjaga keluarganya yang tersisa, yaitu Ibu dan seorang adik bernama Primm. Kehidupan mereka sulit, terutama dalam hal makanan karena harga makanan sangat mahal dan adanya perbatasan agar orang-orang di masing-masing distrik tidak keluar dari wilayah mereka sendiri. Katniss bersama temannya, Gale, adalah pengecualian. Mereka tipe anak-anak yang “mari langgar peraturan” dengan sering berburu hewan liar atau mengambil tumbuhan untuk dimakan di luar teritori daerah mereka. Tentu saja hal ini pelanggaran, tetapi toh banyak orang yang mau membeli hasil buruan mereka.

Di Panem, kekuasaan berada di tangan orang-orang pemerintah yang berada di Capitol (letaknya di Pegunungan Rocky). Setiap tahun, setiap distrik mengirimkan sepasang remaja untuk mewakili distriknya masing-masing dalam memenangkan pertandingan yang disebut Hunger Games. Pemenangnya akan menentukan kemenangan distrik mereka masing-masing, dimana mereka akan dilimpahi makanan sepanjang tahun. Pengambilan kontestan dilakukan dengan diundi, siapapun yang terpilih harus mewakili distriknya bertanding dengan pilihan menang atau mati.

Saat pemilihan di Distrik 12 dilakukan, nama Primm terambil dari undian. Katniss saat itu langsung mengajukan diri menggantikan posisi Primm. Untungnya ada peraturan yang memeperbolehkan hal seperti itu dilakukan. Jadi Katniss mewakili Distrik 12 bersama pasangannya, Peeta Mellark.

Sebelum pertandingan dimulai, para peserta yang berjumlah 24 orang dari 12 Distrik dipersiapkan dulu di Capitol. Mereka masing-masing memiliki penata gaya dan masing-masing perwakilan Distrik memiliki mentor. Dari Distrik 12, Haymitch Abernathy yang menjadi mentor bagi Katniss dan Peeta, karena ia adalah satu-satunya pemenang yang masih hidup dari Distrik 12. Haymitch juga kelak bertanggung jawab mempromosikan Katniss dan Peeta agar mendapatkan sponsor yang kelak membantu memberikan “hadiah” bagi mereka saat pertandingan Hunger Games berlangsung.

Dari sini kisah seru itu dimulai, Katniss dan Peeta harus menghadapi lawan-lawan yang kuat, cekatan bahkan ada yang sudah terlatih untuk memenangkan pertandingan ini. Pembaca akan disuguhkan detail-detail yang memuaskan dan benar-benar membuat kita berimajinasi. Seperti apa pakaian yang dikenakan, kemutakhiran teknologi Capitol, sampai ke orang-orangnya yang unik. Hunger Games ke-74 ini kelak akan meninggalkan perubahan besar daripada pertandingan-pertandingan sebelumnya. Mempengaruhi Capitol, Katniss, Peeta, para peserta dan bahkan orang-orang yang ditinggalkan mereka.

Penulis juga dengan piawai menyuguhkan cerita remaja yang seru, adegan perkelahian, semangat kebersamaan, permusuhan, persaingan dan bahkan kisah asmara khas anak muda juga terbelit cantik dalam buku ini. Di buku ini bukan berisi kisah fantasi tentang sihir atau naga atau hewan mistis lainnya. Mungkin itu sebabnya mengapa buku ini mendapatkan perhatian lebih bagi remaja yang haus variasi novel-novel fantasi. Terlebih trailer filmnya membuat penasaran banyak orang.
5 bintang layak saya sematkan untuk buku ini.

Ow, satu kalimat Katniss yang saya rasa sangat manis :
“Aku tidak mau kehilangan anak lelaki yang memberiku roti”. Hal. 327


Desember 30, 2011

Buku Favorit 2011 versi saya

Udah di penghujung tahun 2011 nih. Tahun ini adalah tahun "kebangkitan" saya di bidang yang berhubungan dengan buku. Hohohhh. Mulai punya blog buku di bulan Mei, gabung Blogger Buku Indonesia, Aktif lagi di Goodreads, buku soal-soal yang Alhamdulillah udah naik cetak, dikejar deadline ngedit, korektor bahkan sampai disuruh mbahas soal TOEFL dan TPA buat buku yang masih belum jadi inih.

Lho kok ngelantur. Saya sebenernya mau posting buku-buku favorit yang saya baca di tahun 2011 ini. Yak, terkompori postingan blog-blog tetangga yang membuat saya "tergerak" untuk bikin juga. heheheh


Kategori Romance :

Wuthering Heights : Emily Bronte



Kategori Fiksi Fantasi :

Blood Promise - Vampire Academy 4 : Richelle Mead



Kategori Thriller :

18 Seconds : George D. Shuman




Kategori Non-Fiksi :

Garis Batas - Agustinus Wibowo





Ini versi saya, mana versimu? :)

Seratus Tahun Kesunyian – One Hundred Years of Solitude



Judul Buku : Seratus Tahun Kesunyian – One Hundred Years of Solitude
Penulis : Gabriel Garcia Marquez
Penerjemah : Nin Bakdi Sumanto
Penyunting : Wendratama
Cetakan Pertama : Mei 2007
Penerbit : Bentang
ISBN : 978-979-1227-06-3

Sebelumnya, akan saya ceritakan kenapa novel ini begitu “spektakuler” . One Hundred Years of Solitude mendapatkan penghargaan Italy's Chianciano Award, France's Prix de Meilleur Livre Etranger, Venezuela's Rómulo Gallegos Prize, dan the Books Abroad/Neustadt International Prize for Literature. Novel ini berada di tingkat teratas dari buku yang telah membentuk literature dunia selama 25 tahun berdasarkan survey dari komisi penulis international oleh jurnal literature global Wasafiri. Sedangkan penulisnya, García Márquez, mendapat gelar Honoris Causa dari Universitas Columbia di New York. Ia juga mendapatkan Nobel di bidang Sastra pada tahun 1982.

Jadi itulah alasannya mengapa novel ini begitu spesial.

Sekarang, saya akan coba menceritakan isi cerita di dalamnya.

Ini adalah cerita tentang keluarga 7 generasi yang hidup di suatu wilayah bernama Macondo. Jose Arcadio Buendia dan Ursula Iguaran adalah urutan paling awal dari para tokoh dalam cerita ini. Diceritakan bahwa Jose Buendia begitu terobsesi menemukan Tuhan, selain itu ia juga bertekad menemukan alat untuk mengubah benda menjadi emas sehingga ia selalu sibuk di laboratoriumnya dengan semangat yang membara. Terlebih, ia berteman dengan Melquiades, seorang Gipsi yang sering membawa peralatan baru yang menakjubkan dari luar Macondo, sebagai bukti perkembangan dunia di luar daerah itu. ya, tentu saja ia tidak berhasil dalam penelitiannya, tetapi ia terus mencoba bereksperimen lagi di ruang laboratoriumnya.

Jose Arcadio Buendia dan Ursula memiliki 2 anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan, tetapi mereka juga memiliki 1 orang anak angkat yang bernama Rebeca. Roman kisah cinta segitiga juga terjadi di cerita ini, antara Rebeca, Amaranta dan seorang pria bernama Pietro Crespi. Dari sini, kerumitan kisah keluarga mereka dimulai. Pembaca akan disuguhi cerita perang Kolonel Aureliano Buendia, juga ke-17 anak yang dimilikinya. Perang yang terjadi di luar Moconda ternyata juga membawa efek besar di kota tersebut sampai menewaskan banyak warganya. Kemajuan di bidang pengetahuan dan transportasi, seperti kereta api dan transportasi laut juga turut mengubah warna kehidupan mereka.

Rumit, kata itu yang saya anggap mewakili isi cerita novel ini. Tentu butuh waktu lama memahami ceritanya, apalagi pembaca harus jeli membayangkan tokoh yang sedang diceritakan Si Penulis. Contohnya begini, di keluarga tersebut ada 4 tokoh yang memiliki nama awal Jose Arcadio, dan ada 5 tokoh yang namanya berawalan Aureliano.

Tetapi selain kerumitan tersebut, ada banyak filosofi kehidupan yang disisipkan penulis saat merangkai kisah para tokoh utamanya.Contohnya seperti keteguhan Ursula yang pernah dititipi 3 pundi uang emas oleh orang asing dan bertekad mengamankannya sampai orang asing tersebut memintanya. Bahkan saat tersulit pun, Ursula begitu teguh mempertahankan amanat tersebut.

Demikian pula saat Ursula sudah buta, ia tetap bersikeras melakukan semuanya sendiri seakan ia masih bisa melihat, sampai tak seorangpun sadar bahwa wanita tersebut telah buta. Betapa gigih dan keras kepalanya seorang manusia, kan?

Jika Anda jeli, akan banyak sekali petuah-petuah kehidupan dalam cerita ini. Tentu saja buku ini memiliki ciri khasnya sendiri, meski suram, terkadang juga diselingi humor yang sarkatis di beberapa percakapannya.

Saya amat kagum dengan penulis, karena mampu menciptakan kota Macondo dengan detailnya, penduduk yang semaunya, kehidupan keluarga Buendia yang begitu rumitnya. Pembaca akan dibawa ke suatu kota yang asing, terisolasi dengan kultur budaya yang kuat serta sifat "manusia" yang benar-benar melekat.

Satu ungkapan yang saya suka di akhir cerita.

Karena ras-ras manusia yang dikutuk selama seratus tahun kesunyian tak punya kesempatan kedua di muka bumi ini.


Tiga bintang untuk novel ini. :)

Sedikit tentang penulis

Gabriel Garcia Marquez lahir di Aracataca, Kolumbia pada tahun 1928. Ia menulis sejumlah novel dan kumpulan cerita pendek, di antaranya Eye of a Blue Dog (1947), Leaf Storm (1955), No One Writes to the Colonel (1958), Big Mama’s Funeral (1962), One Hundred Years of Solitude (1967), Innocent Erendira and Other Stories (1972), The Autumn of the Patriarch (1975), Chronicle of a Death Foretold (1981), Love in the time of Cholera 91985), The General in His Labyrinth (1989), Strange Pilgrims (1992), dan Of Love and OtherDemons (1994).

Peta silsilah keluarga Buendia. (Semoga membantu)

Desember 29, 2011

Garis Batas




Judul Buku : Garis Batas
Penulis : Agustinus Wibowo
Editor : Hetih Rusli
Tebal : 510 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ketiga : Juli 2011
ISBN : 978-979-22-6884-3

Anda pasti sudah lama tahu apa itu garis batas. Kalau dulu sewaktu saya ikut kelas menggambar di SD, biasanya terlebih dulu saya membuat garis batas di pinggir kertas gambar saya, garis itu menandai bahwa diluar garis batas tersebut adalah daerah yang tidak boleh saya gambari atau saya warnai.

Tadinya saya pikir seperti itu garis batas yang dimaksud penulis di buku ini, garis batas yang nyata, real, bisa disentuh. Kenyataannya, penulis menyodorkan fakta-fakta kecil di sekeliling saya sendiri tentang makna garis batas sebenarnya. Setiap individu memiliki garis batasnya sendiri, zona aman yang jika ia tinggalkan, maka rasa kerinduan akan menghujam seperti kehilangan bagian badan.

Adalah Agustinus, Sang Penulis buku ini yang mencari makna diri dengan menyeberangi banyak garis batas. Negara, suku, ras, kebudayaan, agama, jenis kelamin, bahasa, ia jelajahi keanekaragamannya yang unik di negeri-negeri Asia Tengah.

Di buku ini, ia bercerita tentang perjalanannya di 5 negara Asia Tengah, bekas Uni Soviet yang kini telah berdiri sendiri-sendiri. Memproklamirkan kemerdekaan Negara mereka yang baru. Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan.
Tapi sungguhkah kemerdekaan mereka itu membawa mereka menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya?

Kemiskinan masih terlihat jelas di beberapa negeri yang baru “merdeka” tersebut, tapi di sisi lain kota akan terlihat banyak warga yang hidup mewah berlimpah. Beberapa orang tua masih mengenyangkan kenangan mereka akan masa lalu yang katanya lebih baik, semua dapat pekerjaan, harga barang tidak meroket, kebutuhan tercukupi. Tapi pertanyaan cerdas kembali ditanyakan, adakah lebih baik perut kenyang tetapi terjajah dan dibatasi, atau lebih baik perut lapar tapi merdeka?

Di buku ini, Agustinus bercerita bagaimana susahnya menembus perbatasan Negara Tajikistan, yang dibatasi sungai dengan negara Afghanistan, mengurus visa bahkan untuk mengunjungi sebuah provinsi di Tajikistan pun harus ada “surat sakti” yang tentu saja harus dibayar lebih mahal lagi. Tajikistan adalah Negara yang terkecil dan termiskin disbanding Negara stan-stan lainnya. Penghasilan penduduk rata-rata per bulan adalah 20 dolar. (Hal. 29)


Afghanistan dilihat dari seberang sungai (sumber : travel.kompas.com)

Kirgizstan adalah Negara yang berikutnya ia kunjungi, Negara ini masih memiliki keganasan korupsi dan polisi seperti di Tajikistan. Sayangnya di Negara ini juga banyak orang miskin, tapi orang Kirgiz adlaah orang yang tangguh. Sebuah pepatah Kirgiz yang saya suka

“Kami Bangsa Kirgiz, Sudah mengalami ribuan kematian, tetapi kami menjalani ribuan kehidupan.” (Hal. 185)


Selanjutnya, Kazakhstan, seperti biasa, petugas perbatasan menyulitkan dan meminta sogokan.. Tapi di negara ini prosedur imigrasinya sudah modern tidak seperti Kirgizstan. Segala sesuatu di Kazakhstan harganya sangat mahal, contohnya harga dua pisang dan 1 apel senilai 3 dolar. Booming minyak di Negara ini menghasilkan kaum kaya, tetapi juga mencekik yang miskin menjadi semakin miskin. Bahkan ibukotanya juga dipindah ke tengah padang kosong dan perencanaan kotanya dimulai dari awal.



Shakhimardan, desa Uzbekistan yang dikelilingi banyak gunung


Uzbekistan adalah bukan Negara yang normal, di sini semuanya bisa terjadi. (Hal. 313). Harga mata uang Sum terus jatuh sampai-sampai kalau ingin membeli tiket pesawat pun harus membawa dua kantung plastik berisi uang sum. Ini karena pecahan terbesar tidak sampai senilai 1 dolar amerika, itu juga susah mendapatkannya.

Sedangkan Turkmenistan adalah Negara utopian. Seluruh rakyatnya merasa cukup akan apa yang dimiliki di negaranya, karena mengurus pasport dan visa sulit maka jarang ada warga yang keluar dari negeri bekas komunis tersebut. Saat penulis mengunjungi Negara ini, dimana-mana bisa dilihat foto atau patung emas Turkmenbashi, Sang Pemimpin Agung. Di Negara ini segala sesuatunya serba tercukupi dan serba murah. Ongkos bis hanya 20 rupiah, air, listrik, gas, pelayanan kesehatan semuanya gratis. Sangat utopian bukan?

Tapi tak hanya garis batas antara Negara itu yang dibahas Agustinus, ia juga membahas garis batas yang ada di Indonesia. Yang dulu membuat ia dan keluarganya yang keturunan Tionghoa memperoleh banyak ejekan, ketidakadilan dan perjalanan yang menyakitkan karena garis batas itu.

Pembaca akan menikmati dan memperoleh banyak hal dalam buku ini, belum lagi foto-foto berwarna yang diselipkan di tiap bagian Negara. 5 bintang untuk buku Garis Batas ini. :)
Desember 20, 2011

Twinkle Stars, Volume 1

Judul Buku : Twinkle Stars, Volume 1 Penulis : Natsuki Takaya Alih Bahasa : WienA Penerbit : Elex Media Komputindo Cetakan Pertama : Mei 2011 ISBN : 978-602-00-0300-9 978-602-00-0301-6 Gimana perasaanmu kalo saat malam ulang tahunmu, ada cowok tampan yang ngasih kamu hadiah berupa gaun merah muda yang indah? Padahal kamu sama sekali nggak kenal sama cowok itu. Itu mungkin perasaan yang dialami Sakuya, ketika malam ulang tahunnya, ia dan saudaranya (Kanade) kedatangan seorang lelaki tampan yang memberikan Sakuya hadiah. Awalnya Sakuya mengira laki-laki itu adalh teman dari Kana-chan, tetapi ternyata Kanade malah mengira bahwa lelaki (yang diketahui bernama Chihiro) itu adalah pacar Sakuya. Lalu siapa Chihiro itu sebenarnya? Mulailah pencarian Sakuya dimulai, dibantu teman-temannya yang merupakan anggota para penikmat bintang (Hokan). Tetapi rasa penasaran Sakuya yang besar akan pria itu lebih dikarenakan karena Chihiro mengerti bagaimana perasaan Sakuya sebenarnya, sebagai seorang anak yang ditinggalkan ayahnya. Percakapan dengan Chihiro telah membekas dalam hati Sakuya, hingga ia tidak sadar, bahwa pencariannya adalah awal mula lelaki asing itu masuk dalam kehidupannya. 4 bintang untuk Sakuya. :D

Dr. Koto Volume : 1

Judul Buku : Dr. Koto Volume : 1 Penulis : Yamada Takatoshi Alih Bahasa : Widati Utami Penerbit : PT Elex Media Komputindo Cetakan Pertama : Mei 2011 ISBN : 978-602-00-0300-9 978-602-00-0301-6 Namanya Kensuke Goto, ia dulunya seorang dokter Universitas yang pindah tugas ke sebuah pulau terpencil yang bernama Pulau Koshiki. Pada awalnya, orang –orang di pulau itu tidak suka dengan kehadiran seorang dokter, terlebih usia dokter Goto masih muda. Satu-satunya rekan yang ia miliki hanyalah suster bernama Ayaka Hoshino yang sudah 2 tahun menjadi perawat di Pulau terpencil itu. Menurut Ayaka, nantinya tidak akan banyak pasien di klinik tersebut karena sebagian besar memilih untuk berobat ke pulau utama, atau meminum ramuan tradisional saja. Tetapi ternyata semuanya berubah, Goto harus berkali-kali melakukan operasi, bahkan terhadap orang yang awalnya sangat tidak percaya akan pengobatan dokter. Goto bahkan juga harus menghidupkan orang yang mati suri. Sanggupkah Goto melakukan operasi dengan keterbatasan alat di pulau terpencil tersebut? Kisah yang seru dan penuh humor, membuat saya jadi penasaran akan lanjutan ceritanya. :D 4 bintang buat dokter Goto.
Desember 03, 2011

The Last Siege - Pengepungan Terakhir-



Judul Buku : The Last Siege (Pengepungan Terakhir)
Penulis : Jonathan Stroud
Alih Bahasa : Ribkah Sukito
Editor : Primadonna Angela
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 282 halaman, paperback
Cetakan Petama : Oktober 2011
ISBN : 978-979-22-7611-4

Kali ini Stroud tidak bercerita tentang fiksi fantasi seperti biasanya, The Last Siege ini kesemuanya berisi tentang secuplik kisah tiga anak yang awalnya bertemu di sebuah reruntuhan Kastil. Pertemuan Emily, Simon dan Marcus awalnya terjadi secara tidak sengaja, masing-masing dari mereka memiliki kekaguman dan imajinasi sendiri tentang Kastil di Daerah mereka, yaitu di Norfolk, Inggris.

Tentu saja kastil itu memiliki penjaga, seorang lelaki tua bernama Harris bertugas mengawasi kastil itu dan mencegah anak-anak usil atau hewan liar masuk ke dalam wilayah kastil. Pertemuan ketiga anak itu dengan Harris pertama kali berakhir dengan buruk, mereka tertangkap lalu dimarahi dan diancam untuk tidak pernah mendekati kastil itu lagi.

Rupanya ketiga anak itu mendendam, mereka bertekad akan masuk dan menjelajahi kastil itu tanpa ketahuan Harris. Maka mereka menyusun sebuah rencana bagaimana cara masuk Kastil tersebut, dan tentu saja, kali ini mereka berhasil masuk. Ah, tapi manusia tidak pernah memiliki kepuasan, kan? Setelah berhasil masuk dan berkeliling dalam kastil itu, sebuah rencana gila muncul lagi di antara mereka. Mereka akan menginap semalam di Kastil itu, tentunya dengan membawa persediaan makanan dan peralatan untuk menginap.

Tapi bagaimana dengan ijin dari orang tua mereka masing-masing? Emily dan Simon dapat dengan mudah memiliki ijin menginap, tapi lain halnya dengan Marcus. Anak lelaki itu memiliki Ayah yang bermasalah, ia terpaksa kabur ketika Ayahnya kerja di shift malam dan harus pulang pada keesokan pagi sebelum Ayahnya mengetahui bahwa Marcus tidak tidur di rumah.

Celakanya, pagi setelah malam menginap di Kastil, Marcus terlambat pulang ke rumah. Hal ini menjadikan sederetan besar masalah mulai mendatangi ketiga anak itu. Melibatkan pengepungan polisi, pemadam kebakaran, negosiator dan banyak strategi perang muncul di buku ini.

Di awal cerita, saya sangka akan ada sedikit unsur fantasi di dalamnya, tapi ternyata tidak sama sekali. Saat membayangkan kastilnya pun saya mengalami kesulitan, karena meskipun ada peta di bagian awal buku tetapi peta itu tidak banyak menggambarkan tempat-tempat penting yang dijadikan latar cerita oleh penulis. Seperti letak toilet, toko souvenir, cerobong asap, lubang kematian dan beberapa tempat lainnya. Sejujurnya, orang seperti saya yang tidak pernah masuk ke kastil agak sulit membayangkan ruangan-ruangan dalam Kastil. Pada halaman 224 juga ada kesalahan penulisan nama, pada baris ke-6, ditulis bahwa yang berbicara saat itu adalah Marcus, padahal seharusnya Simon. Covernya juga kurang mewakili ide cerita di dalamnya, saya lebih suka cover versi Doubleday tahun 2003, lebih misterius.



Tapi tentu saja ada hal-hal yang membuat saya memberi bintang untuk buku ini. Alur cerita yang cepat dan strategi perang yang seru membuat saya penasaran akan akhir kisahnya. Penulis juga mampu menjadikan kisah yang ide ceritanya biasa menjadi cerita yang menegangkan. 2,5 bintang untuk The Last Siege.
Desember 02, 2011

Interpreter of Maladies (Penerjemah Luka)



Judul Buku : Interpreter of Maladies (Penerjemah Luka)
Penulis : Jhumpa Lahiri
Alih bahasa : Gita Yuliani K
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : Desember 2006
Tebal : 248 halaman, paperback
ISBN : 979-22-2518-8

Buku Penerjemah Luka ini terdiri dari 9 cerita pendek yang hampir kesemuanya berceritakan tentang kehidupan orang-orang India. Diawali dengan kisah pasangan muda, Shoba dan Shukumar pada cerpen berjudul ”Masalah Sementara”. Setelah kematian anak mereka, keduanya mulai jarang berkomunikasi satu sama lain. Masing-masing sibuk dengan kesibukannya sendiri sampai suatu ketika, kawasan perumahan mereka mendapat peringatan akan mati lampu tiap malam selama beberapa hari untuk memperbaiki jaringan listrik. Diawali dengan ide untuk mengatakan sesuatu pada satu sama lain dalam gelap, akhirnya permainan itu membawa perubahan pada kehidupan mereka.

Cerita kedua berjudul ”Ketika Mr. Pirzada Mampir Makan Malam”, mengisahkan tentang Mr. Pirzada yang mendapatkan beasiswa di Boston, sehingga sementara waktu terpisah dari anak dan istrinya, padahal saat itu perang sedang berlangsung di Pakistan. Kerinduan akan keluarga terutama terhadap anak-anaknya membuat Mr. Pirzada sering berkunjung ke rumah si penulis yang ketika itu masih berumur 10 tahun. Dari Mr. Pirzadalah sang penulis ini mengerti bagaimana rasanya merindukan dan mengkhawatirkan sesorang yang sangat kamu sayangi.

Penerjemah luka adalah cerita ketiga dalam buku ini. Menceritakan tentang seorang pemandu wisata yang mempunyai pekerjaan sambilan sebagai penerjemah bahasa di sebuah klinik dokter. Mr. Kapasi, nama pemandu wisata itu, baru menyadari betapa besar tanggung jawab yang ia emban sebagai penerjemah ketika sedang bertugas memandu sebuah keluarga untuk berwisata di India.

Cerita-cerita selanjutnya juga lebih beragam, ada ”Durwan Sejati” yang mengisahkan tentang seorang penjaga rumah susun, ”Seksi” bercerita tentang seorang wanita simpanan, ”Rumah Mrs. Sen” tentang seorang wanita yang merindukan India sebagai kampung halamannya, cerita selanjutnya berjudul ”Rumah Yang Diberkati” dan ”Pengobatan Bibi Haldar”.

Tapi cerita favorit saya ada di urutan paling akhir buku ini. Judulnya ”Benua Ketiga dan terakhir”, menceritakan tentang seorang laki-laki yang pernah mengunjungi tiga benua. Di Amerika, ia bertemu dengan seorang wanita tua yang bernama Mrs. Croft, wanita itu berumur lebih dari 100 tahun, perangainya tegas dan kaku, tapi kehidupannya adalah kehidupan pertama yang dikagumi laki-laki tersebut.

Buku ini pertama kali diterbitkan di tahun 1999 di Amerika, memangkan Pulitzer Prize for Fiction dan the Hemingway Foundation/PEN Award pada tahun 2000 dan telah terjual lebih dari 15 juta kopi di seluruh dunia.

Penulis banyak menceritakan bagaimana efek perpindahan penduduk ke luar India, terutama yang menuju ke Amerika yang saat itu disebut “Dunia Baru”. Bagaimana kebudayaan baru itu memengaruhi kehidupan orang-orang India. Kekurangan buku ini terletak di beberapa kisahnya yang datar, konflik yang dialami tokoh utama dalam cerita juga berdasarkan kisah sehari-hari. Jadi untuk pencinta genre fantasi seperti saya, buku ini hanya meninggalkan kesan yang kuat tentang budaya Indianya saja. Tidak ada ketegangan saat membaca halaman demi halamannya. Tetapi saya rasa keunggulan buku ini adalah bagaimana cara sang penulis mampu mempertahankan nilai-nilai dan budaya India dalam cerita yang sebagian besar berlatar di Amerika. Penulis juga mampu membahas masalah universal yang acapkali dialami manusia, yaitu rasa kerinduan terhadap kampung halaman.

3 bintang untuk Penerjemah luka.

The Leap



Judul Buku : The Leap - Lompatan
Penulis : Jonathan Stroud
Alih Bahasa : Jonathan Aditya Lesmana
Editor : Primadonna Angela
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 240 halaman, paperback
Cetakan Pertama : Oktober 2011
ISBN : 978-979-22-7606-0

Pernahkah kamu berharap untuk bisa masuk ke dalam dunia dalam mimpimu? Mungkin setelah membaca buku ini, Anda bisa berpikir ulang tentang hal itu.

Perkenalkan, seorang anak perempuan bernama Charlie. Ia sedang mengalami trauma berat setelah teman dekatnya, Max, tenggelam ke dalam sebuah kolam di dekat penggilingan gandum. Sebenarnya sih bukan tenggelam, tetapi ”masuk” ke dalam kolam tersebut dan tak bisa keluar lagi. Saat itu Max yang sedang berenang di kolam tersebut terlalu lama menyelam sehingga Charlie khawatir dan memutuskan untuk menyusulnya. Ia melihat Max di dalam kolam, tapi ada beberapa wanita mengerikan yang sedang mengelilinginya. Wanita-wanita itu memiliki rambut panjang terurai seperti lumut sungai dan mata mereka sehijau kerikil yang dikubur hingga berlumut. Seorang diantara mereka bahkan sempat mencakar kaki Charlie ketika gadis itu hendak keluar dari kolam sehingga meninggalkan bekas di pergelangan kakinya.

Max yang masuk ke dalam kolam tersebut tentu saja disangka sudah meninggal oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya. Padahal Charlie tahu bahwa Max masih hidup, para wanita di kolam tersebut yang menculiknya. Charlie sudah menceritakan versi yang sebenarnya terhadap Ibu dan Dokternya, tapi tak seorangpun di antara mereka yang percaya akan adanya wanita-wanita menyeramkan yang tersembunyi di dalam kolam. Karena merasa tertekan, Charlie memutuskan untuk mengarang versi lain cerita tenggelamnya Max tersebut, serta mencoba mengubur fakta-fakta menyeramkan dibaliknya.

Tetapi kenangan tersebut selalu menghantuinya.

Hampir setiap malam, Charlie bermimpi berada di suatu hutan luas yang sepi. Anehnya di hutan tersebut, ia bisa melihat jejak sepatu Max. Rasa penasaran yang kuat membuat Charlie terus mengikuti jejak tersebut, berharap Ia bisa menyelamatkan dan membawa Max kembali ke dunia nyatanya, lalu memberitahu kepada semua orang bahwa Max sebenanrya belum mati.

Anehnya, mimpi-mimpi yang secara berkelanjutan itu seakan benar-benar ia alami. Pengejaran Charlie terhadap Max juga bukannya makin dekat, malah semakin jauh karena Charlie hanya bisa melakukannya di dalam mimpi. Sampai suatu hari Charlie bertemu Kit di dalam mimpi. Kit memberitahu Charlie supaya dapat mengejar Max lebih cepat, gadis itu harus melakukan lompatan. Caranya adalah dengan mengunjungi tempat-tempat yang berkesan dan meninggalkan kenangan antara Charlie dan Max. Dengan cara itulah Charlie dapat mengejar Max dan menyelamatkannya sebelum Dansa Besar di Festival Raya – tujuan Max berjalan- dimulai.

Sementara itu, James, abangnya Charlie yang khawatir akan kondisi Charlie mulai menemukan ketidakberesan. Sejak semula ia sudah curiga bahwa ada sesuatu yang disembunyikan Charlie. Mungkin Charlie Masih belum mampu merelakan Max, pikirnya. Namun benarkah demikian? Mampukah Charlie menyelamatkan Max dan membawanya pulang?

Dari website resmi penulis, saya menemukan bahwa novel ini dimulai dengan sebuah cerita pendek, Millpool, yang ditulis pada tahun 1992. Terinspirasi oleh aliran air di dekat pabrik, dalam, dingin dan batu berlumut berjumbai, indah dan menggoda di hari yang panas, tapi juga berbahaya. Millpool adalah tentang dua anak memetik buah di samping tempat seperti itu, dan apa yang terjadi ketika seseorang terjatuh masuk. Kemudian cerita ini diadaptasi ke dalam bab pertama dari The Leap, yang diterbitkan pada tahun 2001.


Sampul depan The Leap yang diterbitkan pada tahun 2001 di Inggris

The Leap diceritakan dari dua perspektif, Charlie dan James yang bergantian menceritakan kisah yang sama dengan berbeda. Salah satu inspirasi penulis adalah Henry James, The Turn of Screw, cerita hantu brilian yang dapat dibaca dengan cara yang berbeda. The Leap adalah kisah ketika sebuah fantasi bertabrakan dengan realita, tidak ada unsur romance dalam cerita ini. Meski saya suka ide ceritanya tapi menurut saya jalan ceritanya terlalu datar. Tidak ada kesan emosional kuat yang dijalin pengarang di tiap lembar ceritanya, konfliknya pun baru dirasakan di akhir cerita yang menjadikan novel ini agak membosankan di bagian awalnya.

Yang menarik adalah bagaimana penulis menceritakannya dalam dua perspektif yang berbeda, sehingga pembaca perlu kejelian untuk mengetahui siapakah yang kali ini sedang berkisah. 3 bintang untuk The Leap.

Salam,

Salam,