Agustus 18, 2015

Resensi Halaman Terakhir dan Wawancara bersama Yudhi Herwibowo






Judul Buku : Halaman Terakhir
Penulis : Yudhi Herwibowo
Penerbit : Noura Books
Tebal : 448 halaman, paperback
Cetakan pertama : Februari 2015
ISBN : 9786027816657


Adalah baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik


Pertama kali saya membaca Untung Surapati karya Mas Yudhi, saya hampir tak bisa berhenti membacanya. Menurut saya, Mas Yudhi cakap sekali menyusun cerita yang berdasarkan sejarah. Alurnya mengalir dengan apik dan lancar, seakan akan kita ikut ada di sana menyaksikan kisahnya. Maka ketika ia menerbitkan satu lagi bukunya yang berhubungan dengan sejarah, saya langsung memasukkannya ke dalam daftar baca.

Halaman terakhir menceritakan tentang Hoegeng, mantan Kapolri yang punya riwayat membanggakan. Ada kisah- kisah yang belum selesai saat Hoegeng lengser dari jabatan Kapolri, tetapi ada dua yang merupakan kasus besar yaitu Sum Kuning dan Cahaya. Sum kuning merupakan kasus pemerkosaan seorang gadis penjual telur di Yogyakarta, sedangkan Cahaya merupakan kasus penyelundupan mobil-mobil mahal ke Indonesia.

Sebagai Kapolri, Hoegeng mengikuti perkembangan kasus Sum meski tempat kejadian berjarak ratusan kilometer dari markas besarnya. Sum mengaku telah diperkosa di dalam mobil kombi merah oleh empat orang pemuda. Tetapi polisi setempat mencoba menutup nutupi kasus ini, bahkan mengambil kambing hitam sebagai pelakunya. Desas desus mulai bermunculan, banyak pihak yang menyebutkan bahwa polisi berpura pura menutup mata karena salah satu tersangka memiliki hubungan kekeluargaan dengan seorang Jenderal besar. Apa benar demikian?

Sementara itu, di Jakarta sedang mencuat kasus penyelundupan mobil mewah. Hal yang paling menyesakkan Hoegeng tentang kasus ini, kelak, adalah karena tersangka memiliki hubungan dengan orang yang selama ini sangat dihormati Hoegeng. Sejak itu ia tahu, ia tak akan pernah bisa menyelesaikan kasus ini, bahkan sampai ia lengser dari jabatannya.

Ternyata seperti dugaan saya, buku ini selesai saya baca hanya dalam semalam hari. Padahal biasanya mah saya selalu tersendat sendat saat membaca hal hal yang berhubungan dengan sejarah. Alurnya cepat, gerak gerik tokohnya dilukiskan dengan apik dan membuat pembacanya penasaran, seberapa besar sih masalah yang dihadapi Hoegeng ini. Melalui buku ini juga kita seakan kembali lagi ke Indonesia puluhan tahun lalu, dengan latar yang diceritakan secara sederhana tapi tetap mampu mepermudah pembaca membayangkan adegan demi adegannya.

Hoegeng (source.wiki)
Karena buku ini juga, saya jadi mencari tahu sejarah dan sepak terjang Hoegeng, karena jujur saja sebelumnya saya tak tahu Hoegeng itu siapa. Apa sih yang membuat beliau menjadi sosok istimewa? Ya, ternyata setelah membaca buku ini saya baru tahu kebaikan dan ketulusan seorang Hoegeng. Sebagai seorang petinggi, ia jeli dan tegas saat menilai atau menghadapi suatu kasus. Bahkan meski kasus tersebut berada di luar Jakarta, ia sebagai Kapolri terus mengawasi bahkan jika perlu turun tangan membantu penyelidikan. Sebagai seorang pribadi, Hoegeng memiliki sifat ramah dan perhatian bahkan terhadap anak buahnya. Ia juga sangat menyayangi istri dan keluarganya dan yang lebih utama, ia adalah seorang yang amat jujur. Contohnya saja ketika istrinya ingin pulang menengok ayahnya yang sakit di luar negeri, meski sang istri dapat sumbangan uang dari saudara saudaranya, tapi dengan berat hati Hoegeng tak mengijinkannya pergi sebab Bagaimana kalau nanti orang orang mengira uang tersebut bukanlah uang "halal"? Atau ketika Hoegeng dan sang istri memiliki toko bunga yang kemudian ditutup, karena bagaimana kalau kemudian setiap ada acara, banyak kolega yang memesan rangkaian bunga ke toko mereka? Bukankah itu akan mematikan penjualan toko bunga lainnya? Duh, saya rasa istri Hoegeng juga punya hati yang sama luasnya seperti milik beliau.

Ah sebuah cerita yang apik dan berkesan, memberi teladan bagi kita agar selalu berusaha untuk bersikap jujur.

Nah, saya juga punya sedikit ngobrol sama Mas Yudhi, sang penulis Halaman Terakhir. Orangnya baik banget, diemail aja mau njawab loh.. XD

Berikut percakapan saya dengan beliau.. plus beberapa pertanyaan titipan dari MbakDesty dan Dion.. 


Yudhi Herwibowo
1. Perihal apa yang membuat Mas Yudhi membuat novel ini? Apakah tawaran dari Mizan atau memang niatan pribadi? Ceritain dikit donk x)

Awalnya Penerbit Noura memang punya rencana menovelkan beberapa tokoh inspiratif di nusantara. Saya dihubungi untuk menulis seorang tokoh. Namun karena kurang sreg dengan tokoh yang ditawarkan, saya menolak. Sampai akhirnya tokoh Hoegeng kemudian ditawarkan. Saya kemudian menerimanya dengan sangat yakin.

Tentu untuk menulis biografi atau novel yang diangkat dari biografi seseorang, penulis harus memiliki ketertarikan dengan karakter tersebut. Dan sudah sejak lama saya memang sudah mendengar tentang reputasi Bapak Hoegeng. Saya senang bisa menulisnya.

2. Sejak kapan Mas Yudhi mengetahui sosok Hoegeng? Apakah jauh sebelum acara Kick Andy diputar?

Sebelumnya saya hanya mendengar tentang sosok Hoegeng samar-samar saja, misalnya seperti yang sering diungkapkan oleh Gus Dur (dan dipakai sebagai salah satu emdorstment di cover buku saya). Itu quotes yang sering dipetik di mana-mana. Tapi kisah Hoegng yang cukup lengkap memang baru saya tahu saat acara Kick Andy tahun 2009 itu.

3. Berapa lama waktu yang diperlukan Mas Yudhi mulai dari riset sampai naskah jadi? Terus revisinya berapa bulan sampai naik cetak?

Sebenarnya penggarapan awalnya tak lebih dari 6 bulan. Ini sudah termasuk riset di beberapa perpus di Solo dan Jogja, dan mendatangi Mas Aditya Hoegeng di Jakarta beberapa kali. Namun setelah jadi, sambil menunggu daftar terbit, saya merevisinya, mungkin sekitar 6 bulan juga.

4. Saya selalu suka sama cerita cerita Mas Yudhi yang terilhami sejarah. Seperti Untung Surapati sebelumnya, Novel Halaman Terakhir ini juga padat dengan peristiwa peristiwa. Apakah Mas yudhi memang suka pelajaran sejarah dari kecil? Apa yang membuat Mas Yudhi menyukainya?

Saya memang suka sejarah. Sebelum Untung Surapati saya menulis Pandaya Sriwijaya, bahkan sebelum itu saya menulis novel Samurai Cahaya, yang walau pun merupakan novel samurai, sedikit menyerempet soal sejarah Jepang.

Menulis Halaman Terakhir merupakan tantangan buat saya, karena bila dalam Pandaya Sriwijaya saya hanya menempatkan sejarah dalam setting, dan dalam Untung Surapati  saya menempatkan keutuhan sejarah begitu kental, di Halaman Terakhir saya mencoba berada di tengah-tengah. Data sejarah yang sebenarnya sangat banyak itu, harus saya pilih-pilih agar buku ini tidak menjadi buku yang penuh data. Saya memang sangat menghindari catatan kaki, karena menyadari bagaimana posisi novel sebenarnya. Saya tetap harus mengutamakan keasyikan membaca novel, bagaimana saat pembaca merasa sedih, atau gembira. Inilah saya rasa yang menjadi tantangan bagi penulis sejarah yang sesungguhnya.

5. Ada ngga sih, sosok penuh inspirasi lainnya yang amat ingin Mas Yudhi jadikan tokoh dalam novel karya Mas Yudhi? Kalau ada, siapa?

Sebenarnya ada beberapa tokoh yang ingin saya tulis. Beberapanya sudah saya tulis dalam cerpen. Misalnya Raden Saleh, Van Gogh, Amir Hamzah, Tan Koen Swie, dll.

Untuk novel saya ingin sekali menulis tentang Chairil Anwar, atau Tan Malaka. Tapi sepertinya sudah banyak penulis yang menulis tentang 2 tokoh itu.

6.  Selain 2 kasus terakhir di dalam buku, ada nggak kasus lain yg didapat dari hasil penyelidikan Mas Yudhi?

Sebenarnya banyak. Beberapanya sempat saya singgung sedikit dalam Halaman Terakhir, misalnya tentang penangkapan seorang jenderal polisi yang dituduh menjadi backing seorang pengusaha dan akhirnya memakai ilmu hitam pada Hoegeng. Itu kisah yang benar-benar ada. Atau kisah tentang fitnah tentang kepemilikan perusahaan topi helm. Itu juga ada. Namun memang beberapanya tak cukup besar. Dua kasus terakhir itulah yang memang cukup besar. Walau secara tegas dalam novel itu, saya tak sekali pun menyebut tentang 2 kasus itu, dengan sebutan yang dikenal oleh masyarakat selama ini. Hanya saja blurps yang dibuat penerbit di cover itulah yang mengarahkan pembaca pada 2 kasus itu.

7. Apa kesulitan paling besar yang Mas Yudhi hadapi saat membuat novel ini?

Kesulitannya mungkin saya merasa terlalu banyak mengutip buku lainnya. Ini membuat saya tak nyaman. Kadang ada beberapa bagian yang saya pikirkan lama sekali. Misalnya percakapan Hoegeng dengan beberapa tokoh ternama, misalnya Presiden Soekarno. Rasanya aneh saat saya hanya menyalin saja percakapan itu. Tapi karena itu merupakan autobiografi, saya juga tak cukup berani mengubahnya. Sehingga yang kemudian saya lakukan hanyalah berusaha membuat kalimat-kalimat berbeda, dengan makna yang hampir sama. Saya pikir ini bisa dimaklumi.

Buku autobiografi Hoegeng yang ditulis Abrar Yusa dan Ramadhan KH itu memang merupakan buku yang sangat lengkap, hampir kisah-kisah masa lalu Hoegeng saya ambil dari buku itu. Sebenarnya saya sempat melakukan crosscheck dengan bertanya beberapa pertanyaan pada Mas Aditya Hoiegeng, namun jawabannya kurang lebih sama dengan yang ada di dalam buku.

8. Ada harapan khusus ngga terhadap pembaca yang udah membaca buku ini? Misalnya apa menginspirasi, atau mengenal sosok Hoegeng lebih dekat, atau sebagainya gitu?

Saat saya pertama kali datang, Mas Aditya Hoegeng bertanya pada saya, kenapa saya memilih Hoegeng? Ia bercerita bagaimana buku sebelumnya –yang merupakan kumpulan esai tentang Hoegeng- menumpuk di gudang penerbit dan tak laku, hingga kemudian diupayakanlah agar buku itu dapat tersebar dengan mengajukannya pada acara Kick Andy.

Saya sudah tahu bagaimana posisi buku saya ini kelak, tapi pertimbangan menulis tentu bukan sekadar masalah laku dan tak laku, ada yang harus diupayakan lebih dari itu. Menulis sosok Hoegeng, seperti menjadi keharusan bagi saya, di mana kondisi kepolisian kita saat ini ada dalam posisi yang tak cukup dipercaya oleh publik. Saya merasa para calon polisi dan polisi muda seperti kehilangan pegangan tentang sosok panutan. Hadirnya sosok Hoegeng, saya rasa dapat -sedikit-banyak- mengembalikan keyakinan itu.  Dan saya berharap semuanya menjadi lebih baik.

Terima kasih Mas Yudhi, saya pribadi berharap semoga Mas Yudhi makin banyak menulis kisah-kisah yang menorehkan sejarah lainnya :)

7 komentar on "Resensi Halaman Terakhir dan Wawancara bersama Yudhi Herwibowo"
  1. Aaaa.... my wishlist! Postingan yang bagus Mba!

    BalasHapus
  2. Suka sekali ulasannya. Sebelumnya pernah dengar sosok Bapak Hoegeng ini namun hanya sekilas, dan setelah baca review Mbak Vina tentang novel Bapak Hoegeng ini, saya berkeinginan untuk tahu lebih lanjut, and guess what? Ternyata teman kantor ada yg punya bbrp buku ttg Hoegeng, saya dipinjami cuma - cuma! Seneng rasanya... Thankyou reviewnya Mbak Vina. :D

    BalasHapus
  3. Salut buat mas Yudhi yang berani menulis sosok Hoegeng. Kita (generasi Y) butuh teladan, panutan di masa kekinian. Dari mana lagi kalau nggak ada yang mencoba membukukannya :)

    BalasHapus
  4. @ raafi dan riska : tungguin yak. Bakal ada giveaway buku ini di blog sayaa X)
    @bion : huum, kisahnya baguus. Inspiratif pulaa.
    @ steven : betul Stev.... tapi... generasi Y itu apaan ya? **emak emak gagal gaul** :(

    BalasHapus
  5. Terima kasih buat wawancaranya mbak alvina... :)

    BalasHapus
  6. Hmm, pilihan yang nggak salah nih aku milih buku ini sebagai hadiah kalau memang beruntung menang di giveaway-nya Mbak Alvina. Hehehe. Good review and nice interview. :)

    BalasHapus

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Salam,

Salam,