Penulis : Tasaro GK
Penerbit : Penerbit Bentang
Tebal : 688 halaman, soft cover
Cetakan Petama : Mei, 2011
ISBN : 978-602-8811-38-5
Kashva telah sampai di Tibet, di Puncak Kesepuluh Pegunungan Suci di mana ia bertemu dengan Biksu Tashidelek. Sekarang Kashva hanya ditemani Vakhshur, ia kehilangan jejak Mashya dan Xerxes setelah hanyut terbawa arus sungai ketika meninggalkan Gunung Kailash. Ia kini bimbang antara mencari jejak Astvat-ereta atau mencari Xerxes dan Mashya. Di Kuil Perdebatan, ia mendengarkan kisah Budha Maitreya, Budha yang memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan Astvat-ereta dari ajaran Zardhust kepercayaannya.
Dalam perjalanan ini, sesuatu yang aneh terlihat dari sikap Vakhshur kepada Kashva, seperti ada yang disembunyikan oleh anak muda itu, bahkan pesan yang disampaikan Biksu Tashidelek juga memperkuat kecurigaannya terhadap Vakhshur. Meski demikian, Vakhshur tidak mau menceritakan rahasianya itu kepada Kashva, ia malah menemukan jejak Xerxes dan Mashya di antara pahatan-pahatan yang ada di Pegunungan Tibet. ‘Mashya, Xerxes, ke Persia’.
Sementara itu di Persia, terjadi pertumpahan darah akibat perebutan kekuasaan. Seorang arsitek ternama perempuan bernama Atusa diminta untuk bertemu dengan Para Putri keturunan Khosrou, yang meminta bantuannya untuk menghidupkan kembali pasukan Atanatoi, pasukan Immortal yang melindungi pemimpin Persia. Atusa yang ternyata memiliki kemampuan militer yang baik, diangkat menjadi Jenderal Atanatoi. Meski Atusa tahu, akan ada peperangan lagi di Persia untuk perebutan kekuasaan yang dilakukan para Putri (Purandokht, Azarmidokht dan Turandokht) terhadap kekuasaan Persia sekarang ini, tetapi yang terlihat paling berambisi merebut hanyalah Putri Azarmi. Kudeta terjadi, Putri Puran terbunuh dan Putri Turan terancam nyawanya, semua karena ambisi Azarmi untuk mencapai Kursi kepemimpinan Persia. Atusa, Sang arsitek dan ahli militer itu ternyata menyimpan masa lalu yang dipalsukannya selama ia menetap di Persia. Ia bukan hanya mata-mata, ia seorang perempuan yang menyimpan dendam kepada Khosrou dan berniat membalaskannya.
Di Madinah, datanglah banyak utusan dari berbagai negeri yang menerima Kenabian Muhammad atau membayarkan pajak untuk mereka yang tetap dalam agamanya, sebagai ganti perlindungan Islam kepada mereka. Perluasan Islam oleh Pasukan juga mulai menyisiri daerah Utara. Nabi mengutus Usamah sebagai pemimpin pasukan, untuk memberikan pilihan kepada Rakyat di negeri yang akan mereka datangi, memeluk Islam atau tetap dalam Agama mereka tetapi membayar pajak keamanan, atau jika tidak memilih keduanya maka mereka berarti memilih berperang.
”Setiap yang hidup pasti mati, segala yang baru pasti basi, setiap yang besar pasti sirna.”
Nabi Muhammad mengehembuskan nafas terakhirnya, setiap sudut Kota Cahaya seolah kehilangan Cahayanya. Semua orang di sana berduka kehilangan Rasulullah, pemimpin dan orang yang mereka cintai. Belum lagi Rasulullah dikebumikan, perselisihan tampuk kepemimpinan mulai terjadi baik antara Kaum Anshar atau pun Kaum Muhajirin. Meski perselisihan itu dapat diselesaikan dengan dibaiatnya Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah, tapi perpecahan dan pembangkangan Umat Islam mulai muncul di mana-mana. Sang Nabi yang sudah wafat seakan dijadikan alasan mereka untuk berkelit lagi dari kepercayaan mereka terhadap Islam. Belum lagi perbedaan pendapat antara Abu Bakar dengan Fatimah putri Rasulullah tentang harta warisannya. Umat Islam di ambang perpecahan, sedang dirinya terlibat sengketa dengan Putri Rasulullah, sanggupkah Abu Bakar meneruskan kepemimpinan Rasulullah dan membawa kejayaan Islam kembali?
Buku kedua dari Novel biografi Muhammad ini sejak awal sudah mampu memikat pembaca. Beberapa percakapan yang mungkin dalam bahasa Persia ada di dalamnya, tetapi tidak perlu khawatir tidak mengerti, karena disertakan pula penjelasannya, sehingga kita tidak kesulitan memahaminya. Alur cerita terjadi di 3 bagian dunia berbeda, tetapi penulis mampu menghubungkan satu dengan yang lainnya dengan cermat sehingga menghasilkan hubungan di antaranya.
Untuk typo, nggak parah sih.. hanya beberapa saja, di antaranya :
Hal. 334, ”Haru ada yang mati. Hanya boleh ada satu ratu dalam satu istana.”
Hal. 588 dan 589, penulisan nama Al-Mutsanna yang berubah menjadi A-Mutsanna
baru dapet pinjeman buku ini... gak tau bakal kebaca atau gak... :D
BalasHapushehehh.. emang tebeell, Mbak. gek tulisannya rada mungil..
BalasHapuslagi proses membaca yg pertama... hihihi
BalasHapusini novel yg luar biasa, enak dibaca. thanks ya resensinya...
BalasHapushttp://kafebuku.com/muhammad-para-pengeja-hujan/