Pasti kau berpikir andai saja bisa memilih kepada siapa kita jatuh cinta, ya.
Kiriko diam-diam tanpa sepengetahuan suaminya, bekerja sebagai juru masak di sebuah Panti Migiwa. Panti ini berupa sejumlah kondominium yang dihuni oleh para lansia yang mandiri dengan diet khusus yang dirancang oleh ahli gizi. Di panti, Kiriko jarang membuka masker dan kacamatanya agar orang-orang tidak dapat melihat wajahnya keseluruhan. Ia merasa tidak nyaman jika orang-orang melongo mengamati wajahnya.
Kiriko suka memasak, tetapi suaminya tidak pernah mengijinkan Kiriko untuk memasak di kondominium mereka. Semua pekerjaan rumah termasuk memasak adalah kewenangan sang suami. Hal ini awalnya membuat Kiriko merasa dimanja, tetapi lama kelamaan ia merasa seperti boneka yang dirawat dengan hati-hati hanya untuk sebagai pajangan. Karena itu ia merasa menjadi dirinya sendiri ketika sedang bekerja paruh waktu di panti sementara sang suami mengira Kiriko bekerja di tempat yoga yang prestige.
Nah, masalah muncul ketika Kiriko berselisih paham dengan seorang pegawai baru di panti. Ia juga merasa orang-orang kurang menyukainya karena ia begitu tertutup dan tidak mau bergaul dengan pegawai lain. Sementara itu, di rumah juga masalahnya dengan sang suami semakin memuncak. Bagaimana Kiriko menghadapi semuanya bersamaan?
Buku ini saya dapat dari tukar kado pahlawan Joglosemar, saya masukin wishlist karena covernya benar benar menggoda. Terus judulnya juga, mengapa tujuh? Rasa apa yang bisa dihubungkan dengan perasaan cinta? Sayang bukunya tebaaal jadi tiap mau baca kok jiper. Ternyata ceritanya bagus! Meski saya jadi lebih sering googling tentang menu-menu masakan di buku ini, atau istilah istilah Jepang yang meski ada catatan kakinya, saya masih penasaran seperti apa bentuknya.
Yang bikin saya suka buku ini selain di atas tadi adalah bagaimana penulis menjelaskan sesuatu dengan perumpamaan yang cakep. Ini misalnya
Harga dirinya terus menerus terciduk hingga semakin lama semakin berkurang dan jejak sendok yang tak terhitung banyaknya tidak mungkin mengubahnya ke kondisi semula, tak peduli berapa kali kau mengguncangkan wadah gula itu untuk meratakannya
Atau ketika Kiriko sudah sedemikian putus asa dengan sikap suaminya. Saya bangga juga sebenernya ketika Kiriko memasak di dapur kondominiumnya, semacam rebel terhadap kelakuan suaminya yang melarang Kiriko melakukan hal kesukaannya. Lagian apa salahnya sih heran juga deh sama pikiran si suami.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar